Dana Moneter Internasional (IMF) mengemukakan bahwa sepertiga ekonomi di dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan ekonomi global terus menghadapi tantangan berat, akibat invasi Rusia ke Ukraina, krisis biaya hidup karena tekanan inflasi yang terus-menerus dan meluas, serta perlambatan di China.
“Perlambatan 2023 akan berbasis luas, dengan negara-negara yang menyumbang sekitar sepertiga dari ekonomi global siap untuk berkontraksi tahun ini atau tahun depan,” papar Gourinchas, dalam konferensi pers WEO, dikutip Rabu (12/10/2022).
Gourinchas memperkirakan tiga ekonomi terbesar, Amerika Serikat, China, dan kawasan Euro akan mengalami tekanan.
Secara keseluruhan, lanjutnya, guncangan tahun ini akan membuka kembali luka ekonomi yang baru sembuh sebagian pascapandemi.
“Singkatnya, yang terburuk belum datang dan, bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi,” ujarnya.
Satu hal yang disoroti Gourinchas adalah tekanan kenaikan harga barang dan jasa.
Hal ini, katanya, akan menjadi ancaman paling mendesak bagi kemakmuran saat ini dan ke depannya.
Jika dibiarkan berlarut-larut, kondisi ini dapat mengancam pendapatan riil dan merusak stabilitas makroekonomi.
Oleh karena itu, dia menilai bank sentral sekarang harus fokus pada pemulihan stabilitas harga, dan kecepatan dari pengetatan moneter yang telah meningkat tajam.
Namun, dia mengingatkan ada risiko pengetatan yang terlalu lemah dan terlalu kuat. Pengetatan yang lemah justru semakin memperkuat inflasi, mengikis kredibilitas bank sentral, dan membuat ekspektasi inflasi tak terkendali.
“Seperti yang diajarkan sejarah kepada kita, ini hanya akan meningkatkan biaya untuk mengendalikan inflasi,” kata Gourinchas.
Sementara itu, pengetatan moneter yang agresif bisa memicu ekonomi global masuk ke resesi parah.
“Pasar keuangan mungkin juga berjuang dengan pengetatan (moneter) yang terlalu cepat. Namun, biaya dari kesalahan kebijakan ini tidak simetris. Kredibilitas bank sentral yang diperoleh dengan susah payah dapat dirusak,” paparnya.
Pada akhirnya, langkah agresif bank sentral ini hanya akan merusak stabilitas makroekonomi.
IMF memandang kebijakan keuangan harus memastikan bahwa pasar tetap stabil.
“Namun, bank sentral tetap perlu berpegang teguh pada kebijakan moneter yang secara tegas berfokus pada penjinakan inflasi,” pungkasnya.
Sumber : CNBC Indonesia