Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Larshen Yunus Naek Simamora alias Larshen Yunus dengan pidana penjara selama 5 bulan. Oknum aktivis itu dinilai bersalah masuk ke ruang Badan Kehormatan (BK) DPRD Riau tanpa izin dan melakukan perusakan.
Selain Larshen Yunus, JPU juga menuntut rekannya, Rudi Yanto, dengan tuntutan yang sama. Kedua terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Tuntutan terhadap kedua terdakwa dibacakan JPU di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (17/10/2022). “Tuntutan dibacakan Senin kemarin,” ujar Plt Kepala Kejari Pekanbaru, Martinus Hasibuan, melalui Kepala Seksi Pidana Umum, Zulhan Pardamaian Pane, Selasa (18/10/2022).
Dalam tuntutannya, JPU meminta agar kedua terdakwa ditahan. “Menjatuhkan pidana terhadap kedua terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan dengan perintah segera dilakukan penahanan,”tegas Zulham melansir dari Cakaplah.
JPU juga menetapkan barang bukti berupa satu set kunci sidik jari (finger print) merk Solution X105 berikut pengunci magnet, 1 buah piringan DVD R 120 MM x 4.7 Gb merk Viabrand warna kuning berisi video CCTV di ruang Badan BK DPRD Provinsi Riau dikembalikan kepada pihak yang berhak.
Atas tuntutan itu, kedua terdakwa akan memberikan pembelaan atau pledoi. Majelis hakim, mengagendakan pembacaan nota pledoi pada Senin, 24 Oktober 2022.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa perbuatan para terdakwa terjadi pada Rabu, 15 Desember 2021 lalu. Berawal sekitar pukul 16.30 WIB, terdakwa Rudi Yanto yang sedang berada di kantin samping Lapangan Tenis Kantor DPRD Riau bertemu dengan terdakwa Larshen Yunus.
Setelah ada pembicaraan, keduanya sepakat untuk masuk ke ruang BK DPRD Riau. Sekitar pukul 17.00 WIB, keduanya pergi menuju ruang BK. Keduanya sengaja ke sana saat jam pelayanan atau jam kantor telah selesai, dan suasana dalam keadaan sepi.
Saat mau memasuki pintu utama ruang BK DPRD Riau, terdakwa Rudi Yanto berperan mendokumentasikan dengan cara memvideokan Larshen Yunus dengan menggunakan handphone yang berada di tangannya.
Namun keduanya tidak bisa masuk karena tidak memiliki akses. Untuk memasuki atau membuka pintu ruang utama harus menggunakan finger print (akses sidik jari), di mana setiap pegawai BK DPRD Riau telah memiliki data sidik jari atau kartu.
Karena tak bisa masuk, terdakwa Larshen Yunus dengan menggunakan tenaga tangannya, mendorong secara paksa pintu utama ruang BK DPRD Riau. Akibatnya, kunci pintu sidik jari tersebut rusak, pengunci magnet tidak dapat berfungsi lagi dengan baik dan tidak dapat lagi digunakan sebagaimana mestinya.
Setelah pintu utama ruang BK DPRD Riau terbuka, kedua terdakwa mengetahui tidak ada orang atau pegawai yang berada di sana. Selanjutnya terdakwa Rudi Yanto memasuki ruangan BK DPRD Riau sambil mendokumentasikan dengan dengan kamera handphone yang telah dipersiapkan.
Kedua terdakwa menuju beberapa ruangan. Di antaranya, ruangan staf, ruangan Pimpinan BK dan Ruang Sidang BK DPRD Riau. Setelah selesai, keduanya keluar. Akibat perbuatannya, pihak BK DPRD Riau mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp3,5 juta.
Sementara itu, Larshen Yunus mengungkapkan, dari hasil persidangan di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Pekanbaru sudah 3 kali menunda membacakan tuntutan.
“Dan pada hari Senin (17/10/2022) JPU atas nama Yongki membacakan tuntunan 5 bulan penjara bagi saya sebagai aktifis dan Rudi Yanto sebagai jurnalis,” kata Larshen.
Ia juga menerangkan, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan dan JPU tidak bisa menunjukkan bukti dan saksi atas dakwaan Pasal 406.
“Justru memastikan bahwa Kajari dan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Pekanbaru dalam pusaran kasus Obstruction Of Justice. JPU sama sekali tidak menghargai semangat supremasi hukum. Tanpa dasar yang jelas, mereka bermain dengan nasib seseorang. Prinsipnya hukum adalah pembuktian,” tegasnya.
“Apakah mereka melihat dan memiliki bukti atas dakwaan Pasal 406 (pengrusakan) itu. Kalau Pasal tersebut masuk tanpa hak sudah ditolak Hakim PN Pekanbaru, karena tidak masuk akal. Gedung DPRD Provinsi Riau adalah rang publik, bukan ruang pribadi,” tutupnya