Revolusi toilet terus meluas di China menyusul keberhasilan Presiden Xi Jinping mengamankan periode ketiganya dalam puncak Kongres Partai Komunis China (PKC) pada akhir pekan lalu.
Selama kongres PKC sepekan terakhir, sejumlah demonstrasi menentang kepemimpinan Xi Jinping sempat terjadi di Beijing meski pemberitaannya langsung disensor pemerintah dan perbincangannya dihapus dari berbagai platform media sosial.
Namun rasa frustrasi karena terus dibungkam tidak menghentikan masyarakat China untuk melontarkan unek-unek dan amarahnya terhadap pemerintah yang otoriter. Salah satunya melalui coretan di bilik toilet yang kemudian disebut revolusi toilet.
Karena demonstrasi menjadi hal yang sulit dan langka dilakukan di China, revolusi toilet dinilai menjadi salah satu cara warga untuk terus memperluas gerakan penentangan terhadap rezim tanpa menjebloskan diri dalam bahaya penangkapan.
Slogan-slogan anti-Xi JInping pun semakin ramai ditulis di dinding dan pintu bilik-bilik kamar mandi umum. Pengkritik menganggap bilik toilet menjadi salah satu tempat terakhir yang aman dari pengawasan kamera pengintai CCTV.
Seorang mahasiswa senior di timur China, Raven Wu, mengamini anggapan tersebut. Ia pun ikut serta dalam revolusi toilet itu.
Wu mencoret pintu toilet sekolah dengan berbagai slogan anti-pemerintah, seperti “Kebebasan, bukan lockdown”, “Kehormatan, bukan kebohongan”, “Reformasi, bukan regresi”, hingga “Pemilu, bukan kediktatoran.”
Wu mencoret pintu toilet sekolah dengan berbagai slogan anti-pemerintah, seperti “Kebebasan, bukan lockdown”, “Kehormatan, bukan kebohongan”, “Reformasi, bukan regresi”, hingga “Pemilu, bukan kediktatoran.”
Di bawah slogan-slogan itu, Wu menggambar kepala Winnie the Pooh, tokoh kartun yang kerap disebut mirip dengan Xi. Di atas gambar itu, Wu menggambar garis coretan, tanda penolakan terhadap Xi.
“Saya merasa kebebasan yang sudah lama hilang ketika menggambar itu. Di negara dengan kebudayaan ekstrem dan sensor politik ini, tak ada ekspresi politik diperbolehkan,” ujar Wu kepada CNN.
Ia kemudian berkata, “Saya merasa puas karena untuk pertama kalinya dalam hidup saya sebagai warga China, saya melakukan hal yang benar untuk rakyat.”
Tak hanya Wu, seorang pemuda yang baru saja lulus kuliah, Chen Qiang, juga tergerak ketika melihat coretan di salah satu toilet di barat daya China beberapa waktu lalu.
Saat itu, Chen sedang kesal karena tak bisa menyuarakan protes menjelang kongres Partai Komunis China, di mana Xi dipastikan kembali bakal memimpin Negeri Tirai Bambu.
Ketika demonstrasi kecil pecah di Beijing, Chen tak mau kehilangan momentum. Ia langsung mengunggah kembali video demo itu di media sosial.
Namun, pemerintah China dengan gesit menghapus segala sesuatu mengenai demo tersebut. Chen pun tergerak ketika melihat coretan di salah satu toilet yang ia pakai.
Awalnya, Chen takut terpantau pemerintah. Namun akhirnya, ia memberanikan diri mencoret pintu bilik toilet dengan slogan-slogan anti-pemerintah.
Jika Wu menggunakan bahasa Inggris, Chen memilih memakai Mandarin agar pesan yang ia tulis lebih meresap ke warga-warga China.
“Saya tak suka Partai Komunis. Saya menyimpan rasa untuk China, tapi bukan pemerintahnya,” ucap Chen.
“Karena sensor dan pemantauan ketat, rakyat hanya bisa menyuarakan opini politik dengan menulis slogan di tempat-tempat seperti toilet. Sedih karena kita ditekan hingga seperti ini.”
Sementara itu, Wu menganggap revolusi toilet ini justru menunjukkan kekuatan warga yang sudah lama terkekang.
“Bahkan di tempat sempit seperti toilet, selama kita punya hati revolusioner, kita dapat berkontribusi,” katanya.
Sumber: CNN Indonesia