Jakarta, sebuah kota yang menjadi magnet perantau untuk mengadu nasib. Iming-iming upah minimum kota yang tinggi dan bisa mengubah nasib lebih baik menjadi alasan para pencari kerja memilih merantau ke ibu kota.
Biaya hidup di sana memang mahal, namun hal bukan menjadi penghalang bagi pencari kerja.
Leo (32) salah satunya, seorang pegawai swasta yang sudah bekerja dan hidup sebatang kara selama sembilan tahun di Jakarta. Perantau asal Solo, Jawa Tengah ini kerap merasa kesepian kala teringat dirinya jauh dari orang tua dan saudara.
Tak sekali ia berpikir untuk kembali ke kampung halamannya dan hidup berdekatan dengan keluarga, terutama kala pekerjaan menumpuk dan membuat lelah. Kondisi ini, membuatnya ingin bisa memeluk sang ibu dan makan masakannya.
“Sering banget mau pulang dan tinggal disana saja (Solo) saja sama keluarga gitu, terus pulang dimasakin ibu. Kalau capek dan kerjaan menumpuk bisa cerita. Sering banget ini saya rasakan, apalagi gaji bisa dibilang memang lebih besar dibandingkan kalau saya kerja di Solo, tapi ditambah dengan biaya hidup, bayar kos ya sama aja sih, yang ditabung juga sedikit, kadang malah enggak bisa nabung,” ujarnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Leo menuturkan pada 2013, saat awal kali diterima sebagai pekerja di Jakarta, ia hanya menerima upah Rp4 juta per bulan.
Penghasilan saat itu dibagi untuk orang tua Rp1 juta, kos Rp1 juta, dan sisanya untuk biaya hidup sebulan, termasuk makan dan transportasi.
“Jadi orang tua sudah nggak bekerja dua-duanya. Jadi tiap bulan masih kirim, saya sama kakak saya kirim nya patungan, saya Rp1 juta per bulan dan kakak saya juga segitu. Saya ngekos juga, jadi dulu awal-awal bisa dibilang tabungan itu jarang ada. Makanya kalau pulang nunggu THR atau bonus dulu,” kata Leo.
“Tapi kalau lagi mau beli sesuatu nih, misalnya ingin sepatu atau tas biasanya kurangi jatah jajan, misalnya suka beli kopi jadi dikurangi, makan pun jadi seadanya. Weekend suka pergi, jadi dikurangi. Kalau nggak gitu gak bisa beli yang saya mau,” imbuhnya.
Namun, sekarang Leo sedikit bersyukur karena gajinya sudah ada kenaikan yang cukup besar sejak pertama pertama kali bekerja. Saat ini ia menerima gaji lebih dari Rp10 juta. Meski demikian, tak membuatnya bisa hidup sesuka hati dan membeli apapun yang diinginkan.
Sebab, biaya untuk kosan dan orang tua juga bertambah karena harga-harga juga naik dan itu dirasakan orang tuanya juga di Solo. Saat ini ia tetap mengirimkan uang ke orang tuanya per bulan menjadi Rp2 juta, kosan sekitar Rp1,7 juta.
Terkadang, ia juga harus membantu kakaknya membayar uang sekolah keponakan atau sekadar membelikan sepatu dan tas sekolah. Belum lagi, ia pun memiliki kebutuhan yang lebih besar. Transportasi umum seperti ojek online mahal, harga makanan dan minuman untuk sehari-hari juga naik.
“Ya bisa dibilang nggak ada beda dari awal dulu. Cuma sekarang jadi bisa menabung konsisten per-bulannya. Jadi punya tabungan tetap gitu. Jadi sekarang kalau mau pulang bisa dadakan tanpa menunggu THR dulu,” tuturnya.
Meski demikian, ia mengaku belum berniat untuk meninggalkan ibu kota, kendati banyak rintangan yang dihadapi dari 2013 sampai saat ini. Pasalnya, tinggal di Jakarta membuatnya merasakan hidup, setiap sudut ibu kota juga meninggalkan kenangan baginya bersama teman-teman seperjuangan.
“Duh belum kepikiran meninggalkan Jakarta. Masih betah sih walaupun berat. Jadi seru aja bisa ngobrol sama teman. Kadang kalau lagi stres banget rindu sekali sama orang tua. Cuma mikir lagi, kalau nanti pulang masih bisa kasi uang ke orang tua sebesar sekarang apa enggak gitu. Jadi ya tetap bertahan dulu disini, sampai sekarang masih berpikir gitu,” jelasnya.
Kisah serupa juga dituturkan Uly Hutagaol (28). Ia yang baru sekitar tiga tahun menjadi perantau di Jakarta mengaku masih menikmati tinggal di ibu kota. Baginya, berat memang tinggal jauh dari orang tua, namun cukup menyenangkan bisa hidup mandiri di tempat baru.
Uly menghabiskan masa kecil hingga kuliah di Medan. Ia memang menginginkan kerja di ibu kota sejak lama dan sangat senang keinginannya tercapai.
Tahun pertama, ia mengatakan memang menjadi hal yang sangat berat karena pertama kalinya berpisah dari orang tua. Gaji yang diterima pun kecil dan uang kosan yang tak murah, sehingga keinginan untuk menyerah pernah ada.
Gaji per bulan saat ini dikatakan sekitar Rp6 juta per bulan. Untuk membayar kosan Rp900 ribuan dan kiriman ke orang tua sekitar Rp2 juta per bulan, ditambah biaya bulanan makan dan hidup, maka sisanya hanya sedikit.
Namun, ia kembali lagi dengan tekadnya untuk bisa hidup mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Karenanya, sampai saat ini ia telah menemukan titik kenyamanan menjadi bagian dari warga Jakarta.
“Ya lumayan bisa nabung sedikit. Cuma kalau lagi ingin beli baju atau sepatu gitu, ya pasti nggak bisa menabung. Apalagi kalau Sabtu, Minggu diajak teman jalan-jalan, pasti tabungannya terkuras. Kalau lagi nggak kemana-mana bisa lebih hemat,” kata dia.
Uly pun mengatakan sangat menyukai Jakarta meski macet menjadi makanan sehari-harinya. Ia pun kerap kali menikmati suasana ibu kota dengan naik transportasi umum Transjakarta dan menjadi hiburan tersendiri.
“Mungkin karena baru tinggal disini kali ya, jadi aku suka dan teman-teman juga seru-seru. Jadi bisa dibilang masih betah tinggal di sini. Ya kadang kangen orang tua, tapi kalau pulang malu karena belum punya apa-apa,” tuturnya.
Sumber : CNN Indonesia