Budaya pamer sudah ada sejak dulu, namun nampaknya kebiasaan memamerkan kekayaan makin subur di era sosial media. Flexing, begitu orang-orang modern menyebutnya.
Menariknya, kalau diperhatikan, mereka yang hobi membuat konten soal pamer harta umumnya adalah golongan “orang kaya nanggung”, alias bukan nama-nama besar yang kerap masuk dalam daftar The World’s Billionaire versi Forbes, misalnya.
Lalu, apa sih alasan orang kaya asli tak suka pamer?
Ada anekdot mengatakan bahwa orang kaya yang baik tidak memamerkan kekayaan mereka, dan orang kaya paling baik adalah mereka yang membelanjakan uangnya sama seperti kebanyakan orang.
Rachel Sherman, seorang profesor sosiologi di New School for Social Research, New York, telah mempelajari kebiasaan belanja di kalangan orang kaya. Riset itu menemukan bahwa banyak di antara mereka yang sangat berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.
Dalam bukunya, “Uneasy Street: The Anxieties of Affluence,” Sherman mewawancarai 50 orang kaya di New York. Ternyata banyak di antara mereka yang menjalani hidup hemat dan membelanjakan uang dengan cara “senormal mungkin.”
Salah satu responden Sherman mengaku sengaja melepas label di roti seharga US$6 atau sekitar Rp85 ribu (kurs Rp14.310/US$) yang dia beli di toko kelontong agar tak dilihat oleh babysitter mereka. Ini dilakukan karena dia merasa tidak nyaman jika ada gap besar antara keluarganya sendiri dan sang pengasuh.
“Orang kaya yang saya teliti sangat hati-hati dengan implikasi moral dari privilege yang mereka dapatkan,” kata Sherman, yang dikutip Vice. “Kebiasaan hemat adalah salah satu cara kita menilai apakah orang kaya itu baik secara moral atau buruk secara moral.”
Bagi orang super kaya, berhemat adalah cara untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap remeh nasib baik dan kekayaan yang mereka punya.
Bicara soal orang kaya yang hemat, tentu tak lengkap jika tak membahas Warren Buffett, CEO Berkshire Hathaway, yang juga orang terkaya kelima di dunia. Buffett dikenal menjalankan gaya hidup frugal meski ia sebenarnya bisa membeli apapun dengan kekayaannya.
Mengutip Yahoo Finance, Buffett sudah tinggal di rumahnya di Omaha, Nebraska, selama lebih dari 60 tahun. Meski nilai kekayaannya sudah naik berkali-kali lipat, ia tidak serta-merta pindah ke villa mewah berharga ratusan miliar.
Ketika banyak triliuner memiliki koleksi mobil sport mewah, Buffett lebih senang memakai mobil murah. Mobil terbarunya adalah Cadillac XTS yang dibeli pada tahun 2014. “Sebenarnya, saya hanya berkendara sekitar 3.500 mil setahun, jadi saya akan sangat jarang membeli mobil baru,” katanya kepada Forbes.
Buffett juga tidak terlalu peduli dengan baju rancangan desainer ternama atau model iPhone terbaru. Dia hanya memakai ponsel murah selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menggunakan smartphone Apple pada tahun 2020.
Mau contoh yang lebih lokal? Ada. Cobalah ketik nama nama Michael Bambang Hartono di mesin pencarian Google. Kalau Anda belum familiar, dia adalah orang terkaya nomor wahid di Indonesia.
Sebagai pemilik saham mayoritas Bank Central Asia (BCA) dan pemilik Djarum Super, Hartono tajir melintir. Pada 2021, Forbes menyebut total kekayaan Bambang adalah US$42,6 miliar atau sekitar Rp610 triliun (kurs US$1 = Rp14.334).
Gaya sehari-hari Hartono tidak mencolok. Dia masih senang makan jajanan pasar. Makanan favorit Hartono adalah lentog, kuliner tradisional dari kampung halamannya, Kudus, Jawa Tengah. Satu porsi lentog terdiri dari irisan lontong, tahu, tempe, dan sayur nangka.
Dalam satu kesempatan, Hartono datang menggunakan mobil Hiace Ventury, tanpa ada pengawalan atau iringan voorijder. Untuk orang sekelas Hartono, mobil Hiace tentu adalah mobil murah.
Terlepas dari apa yang ditampilkan di depan publik, orang-orang super kaya ini tentu memiliki standar hidup yang berbeda dari kebanyakan orang. Meski tidak dipamerkan, pembelanjaan mereka tetap di atas rata-rata orang pada umumnya. Misalnya untuk biaya pendidikan anak di sekolah terbaik, kesehatan, renovasi rumah, dan liburan keluarga yang nyaman setiap tahun. Tetapi, tetap saja, kebanyakan dari mereka tak mau hal-hal seperti itu menjadi konsumsi publik.
Sumber : CNBC Indonesia