Sejumlah pedagang mengeluh kenaikan harga beras dalam beberapa pekan terakhir.
Milah (56), pemilik warung makan di kawasan Jakarta Timur, mengeluhkan hal tersebut. Padahal, sebagai pedagang, ia membutuhkan beras dalam jumlah yang lebih banyak dari rata-rata konsumsi rumah tangga.
“Beras kayak gini sekarang harganya Rp11 ribu per kg, biasanya cuma Rp9.500 per kg, sudah seminggu lebih,” kata Milah pada CNNIndonesia.com, Jumat (18/11).
Milah menunjukkan dua jenis beras yang ia pakai yaitu kualitas premium dan medium. Tak hanya beras berkualitas premium, beras medium yang biasa ia beli juga ikut terkerek harganya, dari Rp8.700 per kg menjadi Rp9.500 per kg.
Pengelola toko Idola di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Hariyanto mengungkapkan kenaikan harga ini sudah berlangsung setidaknya tiga minggu. Alasannya adalah pasokan dari para petani sudah diserap oleh Bulog dan tidak banyak masuk ke pasaran.
“Kalau yang premium kenaikannya dipicu penyerapan beras oleh Bulog. Bulog kan ini lagi pengadaan atau penyerapan komersil itu, cuma harganya fleksibel, tiap-tiap toko beda,” kata Anto, sapaan akrabnya, saat ditemui di PIBC.
Akibat penyerapan beras yang dilakukan oleh Bulog, para pemasok beras kini harus bersaing harga dan mengikuti standar pemerintah.
Padahal menurut Anto, panen kali ini adalah panen gaduk. Artinya, pada musim seperti ini, para petani tak hanya menanam padi namun juga palawija. Sehingga hasil panen beras tidak akan sebanyak saat panen raya atau panen pertama.
“Makanya kalau panen padi pertama itu bisa 90 persen padi semua. Kalau Bulog niat pengadaan harusnya Februari, Maret, April. Itu panen raya, panen pertama, padi berlimpah. Jadi dalam bulan-bulan yang produktivitas rendah, dia maksain pengadaan. Otomatis kaya gini, harga melambung,” keluh Anto.
Harga beras di tokonya sendiri rata-rata meningkat hingga Rp1.000, baik untuk beras premium ataupun medium. Meskipun untuk beras premium belum melewati harga eceran tertinggi (HET), namun untuk beras medium kenaikannya sudah melampaui HET Rp9.450.
Ia pun membandingkan kenaikan harga beras justru tak terjadi saat subsidi bahan bakar minyak (BBM) dipangkas oleh pemerintah.
“Waktu kenaikan BBM justru nggak ngaruh, Walaupun logistiknya naik, tapi nggak ngaruh, yang ngaruh justru ini. Makanya kalau harga beras melambung tinggi ini yang disalahkan Bulog. Waktu pengadaannya gak tepat,” sambungnya lagi.
Anto kembali memaparkan kenaikan harga ini ikut berdampak pada pembelian yang semakin berkurang. Saat ini, rata-rata harian stok keluar masuk di tokonya mencapai 100 ton. Meskipun kenaikan ini tak separah 2013 lalu, Anto menyentil mestinya pemerintah melakukan penyerapan saat beras sedang berlimpah.
“Pas panen (raya, padi) banyak kan harga turun, itu harusnya diserap pemerintah, entar musim paceklik bulan-bulan gini, keluarin lagi tuh. Kan lapangan kosong, Bulog ada, harusnya gitu. Jadi kayak salah strategi, ini kebalik, pas di lapangan kosong malah menyerap, otomatis melambung,” ucapnya.
Namun, meski serapan di tingkat petani sedang rendah, Anto menyebut stok miliknya masih dalam ukuran aman. Hal ini pun dikonfirmasi oleh Sekretaris Perusahaan PIBC Kadek Reza yang mengungkapkan stok beras saat ini masih dalam taraf aman.
“Terkait dengan stok beras saat ini di PIBC kurang lebih berada di 38 ribu ton, jadi masih dalam batas aman,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut saat ini stok cadangan beras pemerintah (CBP) menipis karena ketersediaan terbatas dan harga jual yang tinggi.
Buwas, panggilan akrabnya, mengaku kesulitan mendapatkan beras atau gabah di tingkat produsen karena keterbatasan pasokan di tingkat penggilingan maupun petani. Imbasnya, pasokan CBP saat ini di gudang Bulog hanya sebanyak 651 ribu ton jauh dari target 1,2 juta ton.
Sumber: CNN Indonesia