Militer Iran dilaporkan bakal mengirimkan ribuan orang untuk memata-matai pemain tim nasional dalam laga melawan Amerika Serikat di Piala Dunia 2022 di Qatar hari ini, Selasa (29/11).
“Ada banyak petugas keamanan Iran di Qatar, mengumpulkan informasi dan memantau para pemain,” ujar seorang sumber kepada CNN.
Sumber itu membeberkan bahwa sayap elite militer, Garda Revolusi Iran (IRGC), sudah memantau para pemain timnas sejak awal Piala Dunia.
Para pemain timnas tak diperbolehkan berinteraksi dengan pemain dari skuad lain. Mereka juga tak boleh bertemu dengan warga asing lainnya di luar urusan Piala Dunia.
Saat Iran melawan Wales dalam laga pada Jumat pekan lalu, personel IRGC yang memata-matai timnas menyusup ke tengah penonton.
“Mereka mengirimkan ratusan orang itu untuk menciptakan kesan salah mengenai siapa yang dijagokan di tengah penonton,” ucap sumber itu.
Ia kemudian berkata, “Dalam laga selanjutnya melawan AS, rezim berencana menambah jumlah aktor itu menjadi ribuan.”
Militer Iran memperketat pantauan mereka setelah timnas tak mau menyanyikan lagu kebangsaan di laga perdana Piala Dunia Qatar pekan lalu.
Tak lama setelah laga itu, IRGC dilaporkan memanggil timnas untuk menghadiri satu pertemuan khusus dengan personel mereka.
Dalam pertemuan itu, IRGC memberikan ultimatum bahwa keluarga para pemain timnas bakal dipenjara dan disiksa jika mereka tak “jaga sikap” di Piala Dunia, termasuk dalam laga kontra AS hari ini.
Ancaman ini juga berlaku jika para pemain timnas menolak menyanyikan lagu nasional, atau ikut-ikutan dalam protes politik melawan rezim Iran dengan cara lainnya.
Pelatih timnas Iran, Carloz Queiroz, juga sudah bertemu secara terpisah dengan IRGC menyusul ancaman terhadap pemain Iran dan keluarganya ini.
Tak diketahui isi pembicaraan Queiroz dengan IRGC selama pertemuan tersebut. Queiroz hanya mengatakan para pemain bisa melakukan protes di Piala Dunia, tapi terbatas soal peraturan FIFA.
Laga Iran di Piala Dunia kali ini memang di bawah bayang-bayang gejolak politik Teheran. Selama beberapa bulan terakhir, Iran diguncang protes yang disebut-sebut paling besar sejak rezim berkuasa.
Protes itu dipicu kematian Mahsa Amini, seorang perempuan usia 22 tahun yang meninggal setelah ditahan oleh polisi moral Iran.
Warga turun ke jalan memprotes kematian Amini dan peraturan Iran yang mendiskriminasi perempuan pada umumnya. Aparat kerap merespons demonstrasi itu dengan kekerasan.
PBB menganggap Iran sedang berada dalam “krisis hak asasi manusia penuh” lantaran pihak berwenang menekan para pembangkang anti-rezim.
Sumber: CNN Indonesia