Ikan di lautan dalam biasa digambarkan punya bentuk yang menyeramkan dan aneh. Mengapa demikian?
Hidup di lautan dalam tidak semudah di lautan dangkal, sehingga ikan yang memiliki habitat di lautan dalam perlu penyesuaian termasuk dari bentuk tubuh yang akhirnya membuat sejumlah ikan tampak aneh.
Lautan dalam mencakup 90 persen air di lautan, tetapi hanya menampung sepertiga populasi ikan dunia. Para peneliti menyebut hal ini dikarenakan perairan dangkal memiliki suhu yang hangat dan lebih banyak sumber daya, menjadikannya lokasi menarik bagi spesies baru untuk berevolusi dan berkembang.
Meski demikian, sebuah penelitian terbaru yang dipimpin Elizabeth Miller dari University of Washington menyebut laut dalam yang gelap dan dingin pernah menjadi tempat favorit ikan-ikan.
Tidak semua spesies memiliki kombinasi sifat dan fisik yang tepat untuk bertahan hidup di laut dalam dan memanfaatkan sumber daya yang relatif terbatas di luar jangkauan sinar matahari.
“Untuk berevolusi menjadi spesies baru di laut dalam, pertama-tama Anda harus sampai di sana,” kata Miller, seperti dikutip situs University of Washington.
“Apa yang kami temukan adalah bahwa tidak hanya tingkat spesialisasi yang berubah-ubah dari waktu ke waktu, tetapi juga seperti apa rupa ikan laut dalam,” tambahnya.
Ikan paling awal yang mampu bertransisi ke kehidupan di laut dalam cenderung memiliki rahang yang besar. Ini kemungkinan memberi mereka lebih banyak kesempatan untuk menangkap makanan, yang bisa jadi langka di kedalaman.
Para peneliti juga menemukan ikan yang memiliki ekor yang lebih panjang dan meruncing cenderung paling berhasil melakukan transisi ke perairan dalam. Ini memungkinkan mereka menghemat energi dengan meluncur di sepanjang dasar laut alih-alih berenang di kolom air.
“Jika Anda melihat siapa yang hidup di laut dalam saat ini, beberapa spesies memiliki tubuh yang meruncing dan yang lainnya memiliki rahang yang besar, menakutkan, dan bergigi,” kata Miller yang juga mempublikasikan hasil studinya di jurnal PNAS dengan judul Alternating regimes of shallow and deep-sea diversification explain a species-richness paradox in marine fishes.
“Kedua model tubuh itu mewakili nenek moyang yang menjajah laut dalam selama jutaan tahun,” lanjutnya.
Miller berharap penelitian di masa depan dapat membangun temuan ini dan menyelidiki bagaimana ikan laut dalam modern akan merespons perubahan iklim, dan berpotensi berubah menjadi upaya konservasi.
“Apa yang kami pelajari dari penelitian ini adalah bahwa ikan laut dalam cenderung hidup dengan baik saat lautan lebih dingin, tetapi dengan perubahan iklim, lautan menjadi lebih hangat,” katanya.
“Kita bisa berharap bahwa ini benar-benar akan berdampak pada ikan di laut dalam di tahun-tahun mendatang,” pungkasnya.
Sumber: CNN Indonesia