Pandemi Covid-19 tidak hanya mendatangkan masalah kesehatan, tetapi juga mendatangkan masalah ekonomi bagi seluruh penduduk di muka bumi ini. Kaitan antara pandemi dengan ekonomi tak sulit kita bayangkan. Kebijakan pembatasan sosial membuat sejumlah usaha tak lagi bisa beroperasi normal. Akibatnya, banyak perusahaan merumahkan, memotong gaji, bahkan memberhentikan karyawannya.
Dalam proyeksi terbarunya, Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut ekonomi dunia tahun ini alih-alih tumbuh, justru akan mengalami kontraksi sebesar 4,9%. Seperti tren dunia, Indonesia juga akan gagal mencetak pertumbuhan ekonomi di tahun ini. Proyeksi IMF, ekonomi Indonesia akan turun 0,3%.
Mengelola pengeluaraan di masa krisis
Namun kita tidak perlu terburu kecil hati. Bahkan, IMF pun memperkirakan Indonesia akan masuk dalam kelompok negara yang cepat mengalami pemulihan setelah pandemi berlalu. Optimisme itu sejalan dengan proyeksi IMF atas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan yang sebesar 6,1%.
Ini tentu proyeksi yang membesarkan hati kita semua. Sekarang tinggal bagaimana kita pintar-pintar mengelola keuangan masing-masing agar selamat melalui tahun 2020 yang penuh dengan rintangan. Lalu, bagaimana cara kita untuk mengelola keuangan? Berikut, tipsnya yang diambil dari pengalaman kita melalui dua krisis tersebut.
1. Hindari panik
Saran ini terdengar sangat mudah untuk dilakukan. Namun percayalah, tidak mudah untuk tidak terjebak dalam kepanikan saat kita berada di situasi krisis. Menjelang atau selama masa krisis, kita akan mendengar banyak rumor ini itu, atau bahkan hoax. Nah, di saat menerima kabar yang belum jelas kebenarannya, kita sebaiknya tidak langsung bereaksi. Cek dan ricek terlebih dulu informasi yang kita terima, daripada kita menyesal belakangan.
2. Menunda pengeluaran yang tidak perlu
Selama krisis, sikap paling bijak dalam mengelola keuangan adalah menahan pengeluaran sebisa mungkin. Mengapa? Karena di masa krisis, ada risiko arus masuk uang kita akan tersendat. Misal, kamu yang berstatus karyawan terancam mengalami pemangkasan gaji. Atau yang berbisnis, bisa jadi mengalami penurunan omzet.
Di saat arus kas masuk berjalan perlahan, maka yang perlu kita lakukan tentu menyetel arus keluar uangmu di kecepatan yang sama. Ini artinya, kamu perlu menyusun ulang skala prioritas pengeluaran. Tundalah berbagai pengeluaran yang tidak perlu. Di masa pandemi, biaya yang bisa ditunda misalnya biaya berekreasi atau makan di luar.
3. Lunasi utang yang menumpuk
Hal lain yang bisa kita lakukan untuk menyesuaikan arus kas keluar dengan arus masuk dana adalah mengurangi utang, terutama yang berbunga tinggi seperti bunga kartu kredit, kredit tanpa agunan (KTA), dan pinjaman online. Kamu bisa menutup utang berbunga tinggi ini dengan menjual aset, mencairkan investasi, atau memakai dana darurat. Ketika utang sudah dibayar, segera kembalikan posisi aset, investasi, dan dana darurat ke level yang ideal.
Melunasi utang termasuk strategi mengurangi beban karena selama krisis biasanya bunga utang akan naik. Berarti, jika kamu masih memiliki utang, kamu akan menghadapi kemungkinan peningkatan biaya.
4. Disiplin anggaran
Selama melalui masa krisis, kita tidak hanya harus menyusun ulang bujet saja, tetapi juga benar-benar menjalankan anggaran tersebut. Memang, tidak mudah bagi kita untuk mengikuti anggaran yang berisikan pemangkasan pemasukan juga pengeluaran. Namun, kedisiplinan mengikuti rencana anggaran itu merupakan kunci kita untuk menjaga kesehatan keuangan kita selama krisis.
5. Pilih instrumen investasi moderat
Kegiatan investasi tidak serta merta harus berhenti di masa krisis, termasuk selama pandemi COVID-19 ini. Bagaimanapun, investasi merupakan jalan bagi kita untuk mencapai tujuan finansial di masa depan. Yang perlu kita lakukan adalah mengocok ulang portofolio investasi hingga sesuai dengan kondisi di masa krisis.
Lalu portofolio semacam apa yang paling sesuai dengan masa krisis? Tentu, portofolio yang condong ke aset-aset investasi yang memiliki tingkat risiko moderat, seperti reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, surat utang seperti ORI, SBR, atau sukuk ritel.
Untuk sementara, kurangi dulu dana yang kamu putar di saham. Mengapa? Karena perdagangan di bursa saham biasanya akan berjalan lesu selama krisis. Jadi, jika kita bermain saham di masa krisis, kita akan menghadapi risiko dana kita nyangkut di saham tertentu. Atau risiko yang lebih buruk lagi, saham yang kita miliki mengalami penurunan harga yang tajam.
6. Perbesar investasi di instrumen likuid
Sejalan dengan upaya memangkas aset yang berisiko tinggi, kita juga seharusnya memperbesar penempatan dana di instrumen-instrumen investasi yang memiliki tingkat likuiditas tinggi. Reksa dana pasar uang, deposito, atau emas bisa kita pilih sebagai instrumen likuid di masa krisis.
Kita perlu menempatkan dana lebih banyak di instrumen likuid selama krisis karena kita tidak pernah tahu risiko semacam apa yang akan muncul di masa-masa sulit ini. Untuk mengantisipasi terjadinya risiko yang tidak bisa diduga itu, kita perlu memegang instrumen investasi yang bisa kita cairkan dalam waktu cepat.
Di tengah kondisi sulit seperti ini, jangan lupa agar tetap mengalokasikan dana untuk asuransi. Dengan memiliki asuransi, kamu terhindar dari kejatuhan ekonomi yang lebih berat lagi saat pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Sumber : CNBC Indonesia