Mantan anggota Satintelkam Polresta Samarinda Ismail Bolong terancam hukuman lima tahun penjara usai ditetapkan sebagai tersangka kasus tambang ilegal di Kaltim.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri berkata Ismail diduga melakukan penambangan ilegal di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.
Bareskrim Polri resmi menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka kasus tambang ilegal yang berlokasi di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ismail Bolong terancam pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp100 miliar.
“Adapun pasal yang disangkakan yaitu Pasal 158 dan Pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar,” ujar Kabag Penum Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan, Kamis (8/12).
Selain itu, Ismail Bolong juga dijerat Pasal 55 ayat (1) KUHPidana karena berperan sebagai mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal dan juga komisaris PT Energindo Mitra Pratama (PT EMP) yang tidak memiliki izin penambangan.
Dalam kasus ini, Bareskrim juga menetapkan kedua tersangka lainnya yakni Budi (BP) selaku penambang batu bara ilegal dan Rinto (RP) selaku Direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP).
Berdasarkan perannya, Nurul mengatakan tersangka Rinto (RP) merupakan pemegang kuasa Direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Sama seperti Ismail, Nurul menyebut Rinto juga berperan untuk mengatur aktivitas penambangan ilegal.
“RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP,” terangnya.
Sementara tersangka lainnya Budi (BP) disebut berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin alias ilegal yang bertugas di lapangan.
Ismail Bolong menjadi perbincangan usai mengaku sebagai pengepul batu bara ilegal di Kaltim dan menyebut ada aliran dana kepada sejumlah anggota Polri.
Salah satunya, Ismail pernah memberikan uang koordinasi dengan total Rp6 miliar ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Namun, beberapa waktu setelah membuat pengakuan itu, Ismail justru menyampaikan permintaan maaf kepada Agus. Ia mengatakan saat itu di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu masih menjabat sebagai Karopaminal Polri.
Kemudian, terdapat dua salinan laporan hasil penyelidikan (LHP) yang dilakukan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait penambangan batu bara ilegal yang dibekingi dan dikoordinir oleh anggota Polri serta Pejabat Utama (PJU) Polda Kaltim. LHP itu masing-masing tercatat dengan tanggal 18 Maret 2022 dan 7 April 2022.
Brigjen Hendra Kurniawan telah mengamini adanya dugaan keterlibatan Agus dalam tambang ilegal di Kaltim. Agus disebut menerima setoran sebagai uang koordinasi.
Eks Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo juga membenarkan LHP tersebut. Saat jadi Kadiv Propam, Sambo adalah orang yang memproses kasus Ismail.
Sambo bahkan mengaku sudah menyerahkan LHP Ismail Bolong kepada pimpinan Polri.
Sementara itu, Komjen Agus membantah pernah diperiksa Propam Polri terkait dugaan suap yang melibatkan Ismail Bolong. Ia bahkan menantang Propam Polri untuk membuka Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk membuktikan pernyataannya.
Sumber: CNN Indonesia