Bank Indonesia akan menerbitkan rupiah digital atau uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC) sebagai mata uang yang sah di Indonesia.
Rupiah digital ini akan menjadi alternatif alat pembayaran yang sah selain rupiah kertas atau logam, dan uang rupiah dalam bentuk kartu baik debit, kredit atau e-money.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kemunculan rupiah digital tidak akan menghilangkan peredaran rupiah kertas dan lainnya meski diperkirakan rupiah digital akan mendominasi di masa depan.
Perry menjelaskan secara demografi, masih ada masyarakat yang menggunakan uang kartal. Ada juga yang ingin berbasis rekening dan menggunakan kartu, tetapi sebagian masyarakat lagi disebut memerlukan alat pembayaran berbasis digital.
“Karena sekarang masyarakat kita secara demografi ada yang masih ingin menggunakan alat pembayaran kertas. itu biasanya tua-tua kayak aku, ada yang masih ingin berbasis rekening, tadi kartu-kartu, ada yang perlu digital,” tutur Perry dalam acara Meniti Jalan menuju Rupiah Digital, dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (13/12).
Lantas apa perbedaan rupiah digital dengan rupiah lainnya?
Perry mengatakan rupiah digital hanya memiliki perbedaan sedikit dengan rupiah kartal yaitu pada sisi formatnya. Sementara dari sisi nominal, bentuk, gambar, hingga ornamen lain yang ada di uang itu akan sama saja dengan uang kertas atau logam.
Perry menjelaskan penerbitan rupiah digital ini hanya ada sedikit perbedaan dengan rupiah kartal, yaitu sebatas pada sisi formatnya.
“Digital rupiah prinsipnya sama dengan alat pembayaran yang ada, ini sama. Bedanya yang ini dalam bentuknya uang kertas yang itu bentuknya digital,” kata Perry.
Namun, gambar atau fitur yang ada dalam rupiah digital akan dienkripsi dalam bentuk koding-koding khusus yang hanya diketahui oleh tim khusus BI.
“Semuanya encrypted dalam digital. Koding-koding NKRI, koding yang ada di kekayaan Indonesia, semua dalam bentuk digital. Coding-codingnya di-encrypt, yang tahu cuma BI, itulah digital rupiah,” kata Perry.
Sementara itu, Asisten Gubernur Bank Indonesia/Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Filianingsih Hendarta mengungkap perbedaan rupiah digital dengan mata uang kripto. Ia menyebut kripto berbentuk aset, sedangkan rupiah digital merupakan alat pembayaran.
“Yang satunya kan currency, satunya (kripto) aset digital,” katanya, dikutip dari detikcom.
Di sisi lain, Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy mengatakan masyarakat bisa mendapatkan rupiah digital dari peritel atau retailer yang sudah mendapat izin dari BI.
Ia menjelaskan setelah rupiah digital diterbitkan BI, maka akan didistribusikan kepada pihak wholesaler, yakni bank maupun non bank yang ditunjuk.
“Lalu rupiah digital yang sifatnya on demand saja, akan dicatat dalam sebuah fungsi yaitu khasanah digital rupiah (KDR), nanti ketika dia disirkulasikan keluar dari BI nanti dia keluar dari KDR,” ujarnya dalam Talkshow Rangkaian BIRAMA (BI Bersama Masyarakat), di Jakarta, Senin (5/12).
Selanjutnya, pihak wholesaler ini akan mendistribusikan rupiah digital ke pengecer alias retailer yang juga sudah mendapat izin. Ryan, mengklaim jumlah retailer ini kan lebih banyak dari wholesaler.
Retailer pun kemudian mendistribusikan rupiah digital kepada masyarakat luas. Ryan menuturkan masyarakat bisa menukarkan uang yang dimiliki mulai dari uang kertas, logam, sampai uang yang ada di rekening.
“Gimana caranya masyarakat memperoleh ini (rupiah digital)? Caranya dengan menukarkan uang yang ada di masyarakat, misalnya uang kertas, uang logam, mungkin uang di tabungan, ditukarkan dengan rupiah digital,” ujar Ryan.
Sumber: CNN Indonesia