PT Bandung menganulir vonis tingkat pertama terhadap Rahmat Effendi. Diketahui Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung memvonis Rahmat Effendi 10 tahun penjara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat, yang memperberat vonis mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen menjadi 12 tahun penjara.
“Tentu KPK apresiasi majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut yang tetap menyatakan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tuntutan dan putusan tingkat pertama,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (14/12).
Meski demikian, Ali mengaku pihaknya belum menerima salinan maupun pemberitahuan putusan PT Bandung tersebut. Ali berharap dalam putusan tersebut majelis hakim banding tetap mengakomodir kewajiban pembayaran uang pengganti yang dibebankan kepada Rahmat Effendi.
“Kami berharap putusan juga mengakomodir tuntutan seluruh uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa. Karena efek jera pelaku juga dapat dilakukan melalui hukuman uang pengganti maupun perampasan aset,” kata Ali.
Diketahui, Rahmat Effendi divonis 10 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 9 tahun enam bulan penjara.
“Memutuskan menjatuhi pidana penjara 10 tahun untuk terdakwa Rahmat Effendi,” kata Ketua Majelis Hakim Eman Sulaeman saat membacakan nota vonis, Rabu (12/10).
Selain itu, majelis hakim juga memberi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih sebagai pejabat publik, terhitung sejak terdakwa menjalani pidana pokok.
Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen didakwa menerima suap sebesar Rp10.450.000.000, atau sekitar Rp10,4 miliar.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Rahmat Effendi menerima uang tersebut berkaitan dengan beberapa proyek di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
“Terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp10,45 miliar,” ujar jaksa dalam surat dakwaannya.
Dakwaan tersebut dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin, 30 Mei 2022.
Jaksa menyebut, penerimaan suap sebesar Rp10,4 miliar tersebut terdiri dari Lai Bui Min senilai Rp4,1 miliar, Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin sebesar Rp3 miliar, dan berasal dari Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp3.350.000.000.
Menurut jaksa, suap diterima Rahmat Effendi bersama-sama dengan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Kadis Perkimtan) Kota Bekasi Jumhana Luthfi Amin, Camat Jatisampurna Wahyudin, Camat Bekasi Barat yang juga Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Sekretaris DPMPTSP) Kota Bekasi Muhamad Bunyamin.
Jaksa menyebut, suap sebesar Rp4,1 miliar dari Lai Bui Min dengan tujuan agar Pemkot Bekasi membeli lahan Lai Bui Min di Jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Tanah seluas 14.339 meter persegi itu untuk kepentingan pembangunan polder 202 oleh Pemkot Bekasi.
Sementara suap dari Makhfud Saifuddin diberikan agar Pemkot Bekasi mengurus ganti rugi atas lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun SDN Rawalumbu I dan VIII, yang terletak di Jalan Raya Siliwangi/Narogong Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 2.844 meter persegi atas nama Kamaludin Djaini.
Terkait suap Rp3.350.000.000 diterima Pepen dan Bunyamin dari Suryadi agar Pemkot Bekasi mengupayakan kegiatan pengadaan lahan pembangunan polder air Kranji dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi tahun 2021 serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT Hanaveri Sentosa. (sumber-Merdeka.com)