PBB dan Uni Eropa mengecam keputusan Twitter untuk menangguhkan akun sejumlah jurnalis yang meliput perusahaan media sosial tersebut.
Reporter New York Times, CNN dan Washington Post termasuk di antara mereka yang terkunci dari akun Twitter mereka.
PBB mengetweet bahwa kebebasan pers “bukan mainan” sementara UE mengancam akan menjatuhkan sanksi pada Twitter.
Seorang juru bicara Twitter mengatakan kepada satu situs berita teknologi AS bahwa larangan itu terkait dengan aktivitas berbagi data lokasi secara langsung.
Melissa Fleming, wakil sekretaris jenderal PBB untuk komunikasi global, mengatakan dia “sangat terganggu” oleh laporan bahwa jurnalis “secara sewenang-wenang” diskors dari Twitter.
“Kebebasan pers bukan mainan,” katanya. “Pers yang bebas adalah landasan masyarakat demokratis dan alat utama dalam perang melawan disinformasi yang berbahaya.”
Sebelumnya pada hari Jumat (16/12), komisaris Uni Eropa Vera Jourova mengancam Twitter dengan sanksi di bawah Undang-Undang Layanan Digital baru Eropa yang dia sebut membutuhkan “penghormatan atas kebebasan media dan hak-hak fundamental”.
“Elon Musk harus menyadari hal itu. Ada batasan. Dan sanksi, segera,” imbuhnya.
Elon Musk belum berkomentar tentang penangguhan tersebut secara langsung, namun mengatakan dalam sebuah twit bahwa “boleh-boleh saja mengkritik saya sepanjang hari, tetapi melakukan doxxing terhadap lokasi saya secara real-time dan membahayakan keluarga saya tidak”.
Doxxing adalah istilah warganet untuk publikasi informasi pribadi seseorang di internet.
Sang taipan teknologi kemudian membuat jajak pendapat yang menanyakan apakah dia sebaiknya membatalkan penangguhan akun “sekarang” atau “dalam tujuh hari”, menandakan keputusan itu dapat dibatalkan lebih cepat.
“Aturan doxxing yang sama berlaku untuk ‘jurnalis’ seperti halnya orang lain,” imbuhnya.