Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi korban pencabulan ayah kandungnya yang berinisial AK (39). Aksi tersebut ternyata sudah dilakukan AK sejak korban duduk di kelas 5 SD dan istrinya menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Kapolres Garut, AKBP Wirdhanto Hadicaksono mengatakan, aksi AK terungkap setelah korban melaporkan apa yang dialaminya kepada paman dan bibinya. Atas laporan tersebut, paman dan bibi korban melaporkan hal tersebut kepada polisi.
“Kami langsung melakukan penyelidikan dan kemudian menangkap dan menetapkannya sebagai tersangka,” katanya di Garut, Rabu (21/12).
Dia menjelaskan, dalam pemeriksaan AK mengakui perbuatannya yang telah mencabuli anak kandungnya sendiri. Aksi tersebut ternyata sudah dilakukannya sejak anaknya duduk di bangku sekolah dasar (SD) kelas 5, tepatnya di tahun 2020.
Di tahun tersebut, diketahui istri tersangka berangkat ke Arab Saudi menjadi pekerja migran dan korban juga tersangka masih tinggal di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
“Selama masih di Kabupaten Bandung Barat, pelaku menyetubuhi korban sebanyak dua kali di tahun 2020 dan 2021,” jelasnya.
Di tahun 2022, tepatnya di bulan Oktober, korban dan pelaku bersama keluarganya diketahui pindah ke Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saat tinggal di Garut, aksi pelaku menyetubuhi korban rupanya tidak berhenti.
“Sejak Oktober hingga November 2022, pelaku ini menyetubuhi korban sebanyak tiga kali. Jadi total pelaku menyetubuhi korban ini sebanyak lima kali dengan yang sebelumnya dilakukan di Kabupaten Bandung Barat,” ungkapnya.
Berdasarkan pengakuan AK, menurut Wirdhanto, aksi cabul pelaku diduga dipicu oleh tontonan video porno di ponsel miliknya. Tontonan tersebut memunculkan hasrat seksualnya, namun karena istrinya sedang di Arab Saudi akhirnya menyasar anak kandungnya sendiri.
Atas perbuatannya, AK dikenakan pasal 76d juncto pasal 81 ayat 1, 2, dan (3) dan atau pasal 76e juncto pasal 82 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“Ancaman hukuman 15 tahun penjara ditambah sepertiga hukuman,” pungkasnya. (sumber-Merdeka.com)