Pelaku penggelapan dan penadahan yang dilakukan 3 orang Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam akhirnya menghentikan penuntutan melalui program restorative justice (RJ) atau pengehentian perkara di luar peradilan.
Penghentian penuntutan ini ditandai dengan pengajuan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, Herlina Setyorini kepada masing-masing tersangka di aula Kantor Kejari Batam, Rabu (22/12/2022).
“Penghentian penuntutan atas tuduhan ketiga ini berdasarkan keadilan restoratif. Di mana, masing-masing pihak yang beperkara telah dilarang berdamai dan saling memaafkan,” kata Herlina.
Herlina menjelaskan, restorative justice atau keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana di tingkat penuntutan atau di kejaksaan dengan melibatkan gugatan, korban, keluarga kedua belah pihak, dan pihak terkait.
Adapun ketiga tuduhan atau pelaku tindak pidana yang menghukum penuntutannya, kata Herlina, adalah tersangka Dina Maria Sihombing yang disangka melakukan pelanggaran Pasal 480 Ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang Penadahan.
Selanjutanya, tersangka Haris Muda yang diduga melakukan pelanggaran 480 Ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang Pendahan, dan tersangka Heru Nugroho yang menduga melakukan pelanggaran Pasal 372 KUHPidana tentang Penggelapan.
“Penghentian penuntutan terhadap masing-masing tersangka, berawal dari adanya kesepakatan antara korban dan tertuduh untuk berdamai, agar perkara ini tidak dilanjutkan sampai kepersidangan,” ujar Herlina.
Sebelum mencapai upaya Keadilan restoratif, kata Herlina, pihak kejaksaan sudah melakukan beberapa tahapan, antara lain mempertemukan kedua pihak yang terlibat oleh tokoh masyarakat setempat.
Masih kata Herlina, sebelum menghentikan penuntutan terhadap tuduhan ketiga, pihak Kejari Batam telah melaksanakan beberapa tahapan secara berjenjang dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran JAM Piudm Nomor : 01/E/Ejp /02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan keadilan restoratif.
Selain itu, kata dia, restorative justice dilakukan atas permohonan dari keluarga tersangka dengan pertimbangan tersangka sudah mengakui perbuatannya. Selain itu, antara korban dan tersangka sudah ada kesepakatan berdamai.
“Setelah kami pelajari dan mengacu pada keadilan restorarif yang membolehkan, maka ketiga perkara itu dibatalkan. Acuan pertama yang menjadi bahan pertimbangan adalah ancaman hukuman di bawah lima tahun. Terdakwa juga baru pertama kali melakukan tindak pidana artinya masih belum residivis atau belum pernah melakukan tindak pidana berulang-ulang,” tambahnya.
Kajari pun berharap, program restorative justice (RJ) tidak hanya menghentikan perkara semata, tetapi juga menggerakan para tersangka, korban dan masyarakat untuk berperan dalam menciptakan keharmonisan di masyarakat, dan membuat suasana sama seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
“Keputusan restorative justice secara otomatis menutup perkara tindak pidana penganiayaan sehingga tidak ada lagi peradilan ke depannya. Inti dari restorative justice adalah mengembalikan suasana atau situasi dalam keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana,” timpalnya.
Usai menerima Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif dari Kajari Batam, ketiga subjek langsung mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih serta menyatakan tidak mengulangi akan perbuatannya.
“Terima kasih banyak kepada pihak Kejari Batam yang telah menghentikan perkara ini. Kami berjanji tidak akan memperpanjangnya di kemudian hari,” kata ketiga bersamaan. (sumber-Batamtoday.com)