Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor menjadi terdakwa dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) membantah pihaknya telah mengakibatkan minyak goreng langka di pasaran.
Melansir nasional.kompas.com, bantahan tersebut disampaikan Master dalam pleidoi yang dibaca pada Selasa (27/12). Menurut dia, penyebab minyak goreng sempat langka di pasaran adalah karena diterbitkannya kebijakan kontrol harga (price control) melalui Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sebagaimana diketahui, kebijakan HET minyak goreng diatur Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Ia menilai Jaksa Penuntut Umum tidak jernih dan egois sehingga tidak melihat sumber kelangkaan itu.
“Fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan,” kata Master dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Master menuturkan, sebelum Kementerian Perdagangan menerbitkan ketentuan HET, minyak goreng masih bisa ditemukan di pasaran, meski dengan harga yang cukup tinggi.
Adapun penyebab harga mahal itu, menurut dia, karena mengikuti harga minyak goreng di pasar dunia. Namun, setelah pemerintah menerbitkan kebijakan HET minyak nabati itu hilang dari pasar.
“Setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran,” tutur Master.
Selain itu, Master juga menyoroti tidak adanya lembaga yang mengontrol distribusi minyak goreng sebagaimana Pertamina yang memiliki wewenang atas bahan bakar minyak (BBM).
“Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina,” kata dia.
Sementara itu, terdakwa lainnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana menyebut tuntutan Jaksa kabur.
Dalam pleidoinya, ia menilai Jaksa menyembunyikan fakta persidangan demi kebenaran dakwaan mereka. Indra Sari meminta Jaksa tidak menyembunyikan fakta persidangan. Menurutnya, banyak fakta sidang itu tidak dimuat dalam tuntutan Jaksa.
“Sebenarnya saya berharap jaksa penuntut umum membuat surat tuntutan yang sesuai fakta persidangan secara lengkap bukan dikaburkan atau disembunyikan,” ujar Indra Sari.