Es krim bermerek Mixue Ice Cream & Tea tengah tengah viral dan hits di berbagai kota di Indonesia. Tak heran sejumlah gerai Mixue selalu ramai oleh antrean para pengunjung.
Es krim asal China itu menjadi incaran karena harganya yang murah-meriah. Untuk es krim cone saja, hanya dibanderol Rp8 ribuan. Sedangkan, beberapa varian lain harganya pun tak lebih dari Rp25 ribuan.
Siapa sangka, sebelum ekspansi Mixue ke sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Vietnam, dan Malaysia, dulunya merek ini hanyalah sebuah kedai kecil di kota pinggiran China. Di balik kesuksesannya, ternyata ada seorang pemuda China bernama Zhang Hongchao.
Zhang Hongchao mendirikan Mixue pada tahun 1997 sebagai kedai es serut ketika dia masih menjadi mahasiswa. Saat itu, Zhang membuka kedai pertamanya di sekitar sekolah di Zhengzhou, Provinsi Henan, China, yang secara ekonomi belum begitu maju. Kedai es serut itu ia beri nama Mixue Bingcheng.
Dikutip dari FoodTalks yang berbasis di China, untuk membuka kedai, Zhang mendapat modal hasil pinjaman dari neneknya sebesar 4.000 yuan atau sekitar Rp7 jutaan.
Karena modal awal yang sangat terbatas, peralatan toko Mixue pada saat itu juga sangat sederhana. Zhang hanya punya freezer, beberapa bangku, dan meja lipat. Bahkan mesin es serut untuk memproduksi es dirakit sendiri oleh Zhang dengan membeli motor, turntable dan cutter.
Resep keberhasilan Mixue Ice Cream & Tea adalah harganya yang sangat kompetitif. Ketika toko lain menjual es krim sekitar 10 yuan, mereka hanya menjualnya dengan 2 yuan saja.
Selain di negara asalnya China, Mixue Ice Cream & Tea juga ada di,Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Pada 2022, Mixue telah membuka 20.000 outlet di China. Di luar negeri, jumlah outlet Mixue sudah melebihi 10.000 lokasi.
Tidak hanya gerai minuman kekinian, Mixue ternyata juga mengoperasikan pabrik bahan baku sendiri termasuk 5 pusat pergudangan dan logistik regional.
Kini, valuasi seluruh bisnis Mixue diperkirakan mencapai US$3,17 miliar atau sekitar Rp 49,54 triliun. Kabarnya, Mixue berencana melepas saham di Shenzhen dan menggalang US$ 918 juta (Rp 14,3 miliar).
Sumber : CNBC Indonesia