Kongres Amerika Serikat (AS) bakal memperketat regulasi media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan Tiktok. Menurut para wakil rakyat AS, platform tersebut memiliki efek seperti narkoba.
Rencana aturan itu tak lama setelah Tiktok dilarang tertanam dalam perangkat milik pemerintah. Larangan itu tertulis dan RUU pengeluaran bipartisan yang diloloskan kongres bulan lalu.
Menurut politisi Mike Gallagher, larangan Tiktok sudah seharusnya diperluas secara nasional. Dia juga menjelaskan adanya dampak buruk dari penggunaan media sosial khususnya pada anak muda di AS.
Bahkan ia menyebut Tiktok sebagai fentanyl digital. Fentanyl adalah obat bius seperti morfin yang belakangan ini ditemukan beredar di kalangan remaja AS.
“Ini sangat adiktif dan merusak,” jelas Gallagher, dikutip dari CNBC Internasional, Senin (2/12/2022).
“Kami melihat data yang meresahkan mengenai dampak korosif dari penggunaan media sosial secara terus menerus, terutama pada pria dan wanita muda di Amerika”.
Frances Haugen, whistleblower Facebook, menekankan tidak banyak orang sadar jika AS cukup tertinggal soal regulasi media sosial. Dia menambahkan hal pertama yang harus dilarang regulator adalah mednorong transparansi lebih besar soal cara kerja platform.
Apalagi, menurutnya media sosial seperti Tiktok, Twitter, dan Youtubr beroperasi menggunakan algoritma yang sama. “Ini seperti kembali pada tahun 1965, kita belum memiliki undang-undang sabuk pengaman,” kata Haugen.
Tahun 2022 lalu, kongres AS banyak gagal meloloskan sejumlah RUU yang menargetkan teknologi. Termasuk mengenai antimonopoli yang mewajikan toko aplikasi memberi pengembang banyak opsi pembayaran.
Selain itu juga mereka gagal meloloskan aturan soal pembatas baru untuk melindungi anak-anak di ranah online.
Menurut senator Amy Klobuchar, aturan bipartisan ada untuk banyak RUU tersebut dan banyak yang berhasil ke lantai Senat. Namun lobi teknologi sangat kuat, dan menyebutkan aturan dengan ‘dukungan bipartisan yang kuat’ bisa berantakan.
Sumber : CNBC Indonesia