Senayan berharap Mahkamah Konstitusi (MK) netral dalam menguji materi Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan MK bakal mempengaruhi tahapan pesta demokrasi yang tengah berjalan.
Melansir rm.id, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, sengketa soal sistem proporsional terbuka bakal berdampak pada pemungutan suara di Pemilu 2024. Sehingga, Ia berharap MK dapat mengambil posisi yang netral dan objektif.
“Juga memahami posisi Undang-Undang Pemilu yang sangat kompleks,” ujarnya, kemarin.
Menurut Doli, Pasal dalam Undang-Undang Pemilu saling berkaitan satu sama lain dan telah dipikirkan dengan matang saat masih dalam proses pembuatan undang-undang. Apabila ada perubahan satu atau dua pasal saja, bakal terjadi kerumitan karena tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.
Perubahan pasal bisa memunculkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Selain itu, putusan MK dikhawatirkan membuat pembangunan sistem politik dan demokrasi Indonesia terganggu.
Akibatnya, kata dia, hukum Pemilu di Indonesia seperti tambal sulam dan tidak mencerminkan bangunan sistem politik yang established dan futuristik.
“Itu yang harus menjadi pertimbangan oleh MK,” kata Doli.
Dengan adanya fakta itu, Doli menyarankan perubahan Undang-Undang Pemilu paling ideal dilakukan melalui revisi.
“Tentu disertai dengan kajian yang serius dan mendalam serta menyeluruh,” imbuhnya.
Anggota Komisi II DPR Riyanta menambahkan, MK sebelumnya sudah mengeluarkan putusan Nomor 22-24 / PUU-VI/2008. Putusan ini menjadi acuan bagi DPR bersama Pemerintah untuk membuat dan menerapkan Sistem Pemilu Terbuka pada Pemilu 2009 sampai dengan Pemilu 2019.
Namun, kata Riyanta, dinamika politik menjelang dilaksanakannya Pemilu serentak pada 2024 mulai meningkat. Hal ini lumrah dalam sistem negara demokrasi. Tapi, sesuai dengan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, Indonesia adalah negara hukum.
“Maka dinamika politik harus sesuai dengan hukum yang sudah disepakati oleh bangsa Indonesia,” ujarnya.
Riyanta berharap, hukum ditegakkan sesuai dengan prinsip Dasar Negara Hukum (Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945), serta Konstitusi sebagai “KEPALA NEGARA” dan sebagai “PANGLIMA.” Selain itu, Politikus PDIP ini meminta agar mempercayakan persoalan permohonan judicial review (JR) sistem proporsional terbuka kepada MK.