Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan selama periode 2018 hingga 2022 KPK telah mendapati 31.228 kasus pertanahan. Dalam periode tersebut juga, KPK mendapati 244 kasus yang diakibatkan oleh mafia tanah.
Selain itu, dalam periode yang sama, pihaknya juga menemukan telah terjadi sebanya 31.228 kasus pertanahan. Rinciannya, 37 persen kasus sengketa; 2,7 persen konflik; dan 60 persen perkara.
Adapun masalah klasik sengketa agraria yang ditemukan adalah tumpang tindih Hak Guna Usaha (HGU). Melalui Kajian ‘Pemetaan Korupsi Layanan Pertanahan Tahun 2022’, KPK memotret bahwa sengketa ini terjadi karena proses sertifikat luas HGU di Indonesia masih banyak yang belum terpetakan.
“Sertifikat HGU yang belum terpetakan mencapai 1.799 sertifikat dengan luas mencapai 8,3 juta hektare,” ungkap Nurul Ghufron dilansir dari republika.co.id.
Ghufron mengatakan, penyebab terjadinya kasus tersebut karena pengukuran tanah sebelumnya masih menggunakan koordinat lokal atau berdasarkan tanda alam, belum menggunakan sistem proyeksi turunan sistem koordinat Universal Transverse Mercator (TM-3), dan terbitnya SK penetapan Kawasan hutan dan Perda RTRW kawasan hutan setelah HGU terbit.
Fakta ini didapati setelah KPK melakukan analisis data terhadap 299 berkas layanan HGU tahun 2021 dari Sistem Komputerisasi Kantor Pertanahan mulai dari pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan di 25 provinsi. Pada saat yang sama KPK juga melakukan pengujian standar layanan Service Level Agreement (SLA).
Menurut dia, yang selama ini banyak terjadi adalah di atas satu bidang tanah terbit beberapa sertifikat dan kemudian dilaporkan kepada BPN. Namun, BPN sebagai pemangku kepentingan seakan lepas tanggung jawab dan konflik bergulir di pengadilan.
“Ketika ada masalah seakan-akan penyelesaiannya di pengadilan, yang semestinya negara itu profesional mengatakan mana yang benar dan salah. Seakan-akan tidak mau ambil risiko dan rakyat yang berjuang sendirian. Kami berharap ada perbaikan dari teman-teman BPN,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan menjelaskan, dalam beberapa periode terakhir, KPK juga menangani kasus korupsi pertanahan di Indonesia. Diantaranya, yakni suap HGU di BPN Riau dan Kalimantan Barat.
Pahala menyampaikan, setelah dilakukan monitoring, konflik HGU disebabkan oleh lemahnya pengawasan. Dimana Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2021 tidak mengatur sanksi tegas terkait pelanggaran kewajiban HGU.
Kemudian, pengawasan atau pemeriksaan kepatisan HGU sejauh ini masih minim karena hanya dilakukan secara sampling satu pemegang HGU/Kantah per tahun.