Kementerian Keuangan baru saja menarik utang baru berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 3 miliar atau Rp 47 triliun (kurs Rp15.635/US$) pada 5 Januari 2023.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menuturkan sebenarnya posisi kas rupiah pemerintah sekarang ini sangat aman dan bahkan berlebih, terlihat dari tingginya nilai Silpa dan SAL di akhir 2022.
“Kemungkinan besar, strategi penjualan dari global bonds ini bertujuan lebih untuk pemenuhan valas domestik,” kata Satria kepada CNBC Indonesia, Jumat (6/1/2023).
Namun, dia menilai yield saat ini yang ditawarkan cukup kompetitif. “Dengan spread sekitar 25-30 basis poin yield dollar bonds Indonesia di pasar sekunder. Jadi ini langkah yang strategis dalam memperkuat ketahanan valas dalam negeri,” tambah Satria.
Hingga saat ini, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) belum menjawab perihal penerbitan surat utang tersebut.
Namun, sejalan dengan penarikan utang ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 mencapai US$137,2 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2022 sebesar US$ 134,0 miliar.
BI mengungkapkan peningkatan posisi cadangan devisa pada Desember 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman pemerintah.
Adapun, sumber kenaikan devisa ini lagi-lagi tidak mencerminkan kuatnya ekspor. Padahal, Indonesia telah mencetak surplus neraca perdagangan 31 bulan beruntun.
Selama 31 bulan beruntun dengan nilai ekspor menyentuh US$ 609,1 miliar atau lebih dari Rp 9.500 triliun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia membukukan surplus sejak Mei 2020 hingga November 2022. Sayangnya, nilai ekspor yang besar tersebut tidak membuat cadangan devisa gendut.
Alih-alih tabungan devisa bertambah, nilainya justru jauh dari rekor US$ 144,78 miliar pada Agustus 2021.
Sumber : CNBC Indonesia