Beberapa waktu belakangan ini, lato-lato kembali populer di kalangan masyarakat Indonesia, terutama anak-anak. Sebelumnya, mainan berupa dua bola plastik keras yang saling diadu dengan cara dibenturkan dan berbunyi ‘tek-tek-tek-tek’ ini sempat hits pada era 1980-an.
Lato-lato ternyata tidak hanya digandrungi di Indonesia, tetapi di negara lain juga. Melansir dari Groovy History, di beberapa negara lato-lato memiliki nama yang beragam, yaitu clackers, klackers, click-clacks, ker-bangers, hingga clankers.
Sejumlah sumber menyebut bahwa lato-lato berasal dari Amerika Serikat (AS) dan berujung menjadi mainan yang sangat populer. Namun, ternyata ada sejarah kelam di balik mainan yang sangat digandrungi anak-anak ini.
Berikut adalah negara yang melarang permainan lato-lato:
Amerika Serikat
Di negara asalnya, AS, masyarakat sudah dilarang untuk bermain lato-lato sejak 1971 oleh Otoritas Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS (FDA). Dilansir dari The New York Times, FDA melaporkan setidaknya ada empat orang yang mengalami cedera serius akibat lato-lato.
Menurut laporan tersebut, komisaris FDA mengatakan bahwa bola plastik lato-lato beberapa kali pecah menjadi serpihan tajam dan melukai mata dua orang anak serta dua orang dewasa. Sejak saat itu, FDA mengeluarkan peringatan publik untuk melarang aktivitas bermain lato-lato.
Mesir
Keberadaan lato-lato di Mesir sempat menjadi kontroversial. Dilansir dari The New Arab, pada 2017 mainan tersebut dianggap melecehkan Presiden Abdul Fattah as-Sisi. Sebab, pada saat itu lato-lato disebut dengan nama Sisi’s Balls yang artinya mengacu pada testis atau organ reproduksi presiden.
Akibatnya, lato-lato pun dilarang permainannya karena dianggap melecehkan pemerintah Mesir. Berkaitan dengan larangan tersebut, Direktorat Keamanan Giza menyatakan bahwa polisi telah menangkap 41 penjual dan menyita sebanyak 1.403 lato-lato. Selain itu, Kementerian Pendidikan setempat pun memerintahkan para guru untuk menyita lato-lato yang dimiliki anak-anak di negaranya.
Lato-lato di Indonesia
Di Indonesia, menjamurnya lato-lato di setiap sudut wilayah mulai membuat resah sebagian besar masyarakat. Bahkan, suara yang dihasilkan mainan ini dianggap sebagai polusi suara karena sering dimainkan tanpa mengenal waktu dan menimbulkan suara yang mengganggu. Tidak hanya itu, mainan ini pun mulai menjadi sorotan utama sejak mulai memakan korban pada awal Januari lalu.
Serupa dengan kasus di AS. Salah satu anak asal Kubu Raya, Kalimantan Barat dilaporkan harus menjalani operasi mata usai bermain lato-lato. Diketahui, mata anak berusia delapan tahun itu terkena serpihan lato-lato yang pecah saat dimainkan.
Tidak hanya di Kalimantan Barat, salah satu anak berusia lima tahun asal Sukabumi, Jawa Barat pun juga dilaporkan terluka akibat lato-lato.
Lalu, Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Barat, Lampung melarang siswa membawa mainan lato-lato ke sekolah. Larangan tersebut tertuang dalam surat imbauan bernomor 420/13/IV.01/2023 tertanggal 3 Januari 2023 yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pesisir Barat, Edwin Kastolani Burta.
“Atas dasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dihimbau kepada Kepala Satuan Pendidikan se-Kabupaten Pesisir Barat, agar siswa dilarang untuk membawa alat permainan Lato-lato ketika di lingkungan sekolah,” isi surat tersebut.
Sumber : CNBC Indonesia