Terkait unjuk rasa berujung bentrok maut di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Polisi mengamankan 69 orang, mayoritas pekerja Indonesia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Didik Supranoto mengatakan pasca-kerusuhan, pihaknya mengamankan 69 orang perusuh dan juga barang bukti. Didik mengaku mereka kini diamankan di Kepolisian Resor Morowali Utara.
“Saat ini perusuh berjumlah 69 orang sudah diamankan di Mapolres Morut (Morowali Utara). Dari 69 orang diamankan, kebanyakan merupakan pekerja asli Indonesia,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Minggu (15/1).
Didik menjelaskan pasca-kerusuhan yang menyebabkan dua orang pekerja meninggal dunia itu, kepolisian meningkatkan pengamanan. Setidaknya 450 personel gabungan diterjunkan agar kejadian serupa tidak terjadi kembali.
“Sudah dikerahkan 450 personel untuk mengamankan,” tegasnya.
Didik menjelaskan kronologi kerusuhan berawal saat unjuk rasa dilakukan setidaknya 300 karyawan PT GNI di dua lokasi yakni Pos 4 dan 5. Didik menyebut unjuk rasa dilakukan sejumlah karyawan karena tidak adanya kesepakatan saat pertemuan di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Morut pada Jumat (13/1).
“Pertemuan di Kantor Disnakertrans Morut dihadiri SPN (Serikat Pekerja Nasional), PT GNI, dan PT SEI. Tapi pertemuan itu tidak menemukan kesepakatan,” ungkapnya.
Didik menyampaikan dalam unjuk rasa tersebut, SPN menyampaikan tuntutan kepada perusahaan seperti terkait penerapan prosedur K3. Pekerja juga menuntut agar perusahan memberikan alat pelindung diri (APD) lengkap yang sesuai standar jenis pekerjaan.
“Mereka menuntut agar perusahaan membuat aturan. Mereka juga menolak adanya pemotongan upah yang tidak jelas. Meminta menghentikan PKWT yang sifatnya tetap,” bebernya.
Tidak hanya itu, SPN juga meminta kepada PT GNI dan SEI untuk mempekerjakan kembali karyawan yang kontraknya habis atau diputus akibat mogok kerja yang dilakukan sebelumnya. Tuntutan lainnya, SPN juga meminta pihak perusahaan untuk memasang sirkulasi udara di gudang dan smelter agar tidak berdebu.
“Dalam tuntutannya, pekerja ini juga menyinggung soal kejadian meninggalnya dua karyawan yakni Made dan Nirwana Selle akibat ledakan smelter beberapa waktu lalu. Mereka mempertanyakan hak yang harus dibayarkan perusahaan kepada kedua keluarga korban,” sebutnya.
Didik merinci kerusuhan pertama kali pecah ada pukul 19.40 Wita, Sabtu (14/1) di area masuk pos 4 PT GNI. Massa sekitar 500 orang melakukan pelemparan dan perusakan.
“Kejadian itu dipicu karena sekuriti melakukan penghalangan jalan masuk ke pos 4. Akibatnya mereka melawan, sehingga melakukan pelemparan terhadap sekuriti dan juga melakukan perusakan fasilitas kantor,” tutur dia.
Setengah jam kemudian, kondisi semakin memanas saat massa menerobos masuk pos 4 PT GNI. Massa yang menerobos langsung melakukan pembakaran sebuah mess karyawan.
“Mess karyawan yang letaknya di belakang pos empat terbakar. Kami bersama TNI memukul mundur massa,” kata dia.
Saat kondisi di pos 4 mulai kondusif, bentrokan terjadi di area smelter 1 PT GNI. Didik menyebut bentrokan terjadi akibat adanya karyawan divisi Dump Truck melakukan aksi mogok.
“Saat dilakukan pengawalan oleh Polres Morut, ternyata ada karyawan yang tidak mengikuti. Dan saat melintas di area smelter 1 PT GNI terjadi bentrok,” bebernya.
Akibat bentrok tesebut, tiga karyawan mengalami luka-luka dan sejumlah kendaraan roda dua dirusak. Di saat bersamaan terjadi saling kejar dan lempar.
“Kejadian itu menyebabkan dua orang meninggal dunia. Satu TKI dan satu lagi TKA,” bebernya.
Didik menambahkan kerusuhan terjadi hingga tengah malam. Bahkan polisi dan TNI harus menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi di mess PLTU PT GNI.
“Pada pukul 02.00 Wita kondisi semakin kondusif. Karyawan pun membubarkan diri,” ucapnya. (sumber-Merdeka.com)