Ibu negara merupakan sebutan untuk istri atau pasangan dari presiden atau perdana menteri yang memimpin sebuah negara. Dalam kebanyakan kasus, peran ibu negara adalah menjalankan inisiatif sosial serta menjadi representasi kepresidenan dalam seremoni resmi kenegaraan.
Meski demikian, ada sejumlah ibu negara yang tidak memberi contoh baik kepada rakyatnya. Alih-alih menjalankan inisiatif sosial, mereka justru terlibat kejahatan korupsi yang memperkaya diri.
Lantas siapa saja mereka? Berikut adalah daftarnya:
1. Imelda Marcos, Filipina
Imelda Romualdez Marcos adalah seorang politisi Filipina yang menjabat sebagai Ibu Negara Filipina dari tahun 1965 hingga 1986. Sebagai ibu negara, Imelda memegang kekuasaan politik yang signifikan selama kediktatoran suaminya, presiden ke-10 Ferdinand Marcos.
Lahir pada 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986, Imelda Marcos terkenal memiliki gaya hidup yang glamor saat rakyat Filipina menderita kemiskinan. Selama pemerintahan suaminya, masa itu dipenuhi kasus korupsi, penculikan, dan pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya. Akhirnya pada 1986 Ferdinand Marcos dipaksa turun dari jabatannya oleh aksi protes lebih dari 1 juta warga yang dikenal dengan Revolusi Kekuatan Rakyat.
Imelda Marcos terkenal dengan koleksi barang mewah yang bernilai sangat fantastis mulai dari koleksi tas, jam tangan, perhiasan, sepatu, mobil mewah, dan lainnya.
Menurut jurnalis surat kabar People, Roger Wolmuth, Imelda selalu menghabiskan jutaan dolar setiap jalan-jalan ke luar negeri. “Ia membeli seprei seharga US$10.340, piranti makan seharga US$43.370, serbet seharga US$19.400,” tulis Walmoth.
Tidak hanya itu, dia diketahui pernah berlibur ke New York dan membeli gedung pencakar langit Woolworth Story setinggi 66 lantai Herald Centre senilai USD60 juta (Rp800 miliar).
2. Rosmah Mansor, Malaysia
Rosmah Mansor merupakan istri Najib Razak, mantan perdana menteri Malaysia yang kini dipenjara karena kasus korupsi. Ia menyandang status sebagai Ibu Negara Malaysia mulai 3 April 2009 hingga 10 Mei 2018.
Pada 1 September lalu, Rosmah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda RM970 juta (US$216 juta) setelah dinyatakan bersalah ikut melakukan korupsi.
Perempuan berusia 70 tahun itu didakwa meminta suap RM187,5 juta dari kontraktor Saidi Abang Samsudin pada 2016 dan 2017 sehingga perusahaannya Jepak Holdings dapat mengamankan proyek pemerintah senilai RM1,25 miliar untuk memasok energi surya ke 369 sekolah pedesaan di Sarawak.
3. Sara Netanyahu, Israel
Sara Netanyahu adalah istri Benjamin Netanyahu, mantan Perdana Menteri Israel. Dia adalah Ibu Negara Israel pada 31 Maret 2009 hingga 13 Juni 2021.
Pada Juni 2018, Sara Netanyahu pertama kali didakwa atas kasus penipuan pelanggaran kepercayaan karena menyalahgunakan uang negara untuk membayar makanan senilai US$ 100 ribu dengan alasan tidak ada makanan yang tersedia di rumah dinas perdana menteri.
Selain itu, Sara Netanyahu didenda 10 ribu shekel (Rp39,7 juta), harus mengembalikan uang negara sebesar 45.000 shekel (Rp178,7 juta), kemudian Sara akan mengembalikan uang itu dalam sembilan kali cicilan.
4. Rosa Elena Bonilla de Lobo, Honduras
Rosa Elena Bonilla de Lobo adalah istri dari seorang mantan presiden Honduras, Porfirio Lobo Sosa. Sang suami berhasil menjadi presiden lewat kudeta militer yang pada saat itu berhasil menggulingkan Presiden Manuel Zelaya.
Pada September lalu, Rosa dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi.
Dia menggelapkan lebih dari US$1 juta dana pemerintah sepanjang 2010 hingga 2014, ketika suaminya Porfirio Lobo menjadi presiden. Tahun lalu, pemerintah Amerika Serikat melarang mantan presiden Lobo memasuki negara itu karena tuduhan perdagangan narkoba.
5. Grace Mugabe, Zimbabwe
Bernama lengkap Grace Ntombizodwa Mugabe, dia adalah istri dari mantan presiden Zimbabwe, yakni Robert Mugabe.
Grace termasuk satu di antara setidaknya 132 orang yang dituduh melakukan transaksi ilegal di tanah negara.
Grace memiliki reputasi sebagai ibu negara yang memiliki gaya hidup mewah, saat Zimbabwe sedang berada di bawah garis kemiskinan akibat hiperinflasi krisis ekonomi. Kala itu, nilai mata uang di sana seperti tidak bernilai karena US$1 sama dengan 35 Kuadriliun (ZWR 35.000.000.000.000.000) atau 35.000 triliun dolar Zimbabwe.
Sumber : CNBC Indonesia