Indonesia jadi latar belakang cerita zombie yang diangkat dalam serial The Last of Us. Serial yang tayang di HBO Go ini mengadopsi game bertajuk serupa, disebut terinspirasi oleh segmen di serial dokumenter “Planet Earth” BBC, yaitu tentang jamur mengambil alih akal semut.
Sontak, serial ini jadi perhatian karena adegan cerita berlatar Jakarta, Indonesia.
Lalu, di mana sih lokasi syuting The Last of Us?
Ternyata, bukan di Indonesia.
Hal itu diungkap oleh Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko bidang Kemaritiman dan Investasi Odo RM Manuhutu.
Hal itu, kata Odo, terkait perizinan di Indonesia yang cenderung lama dan proses yang panjang. Kondisi ini diakui jadi sentimen yang tidak memberi kemudahan bagi pelaku industri pariwisata dan kreatif di Indonesia.
“Film The Last of Us viewersnya mencapai 18 juta, salah satu adegannya di Jakarta dengan artisnya Christine Hakim. Tapi syutingnya di Kanada. Salah satu penyebabnya adalah proses perizinan yang panjang,” kata Odo dalam Laporan Transparansi dan Akuntabilitas Bank Indonesia (LTABI) 2022, Senin (30/1/2023).
Belajar dari pengalaman itu, lanjut dia, pemerintah akan mulai memfasilitasi industri kreatif untuk membuat karya mereka di Indonesia.
“Untuk itu, ini kita dorong, kita bayar HBO untuk datang ke Bali. Kita bayar untuk hotelnya, krunya, dan itu lebih efektif. Dan kita lihat data seperti di Australia ketika mereka membuat film tentang Indonesia dampak ekonominya menciptakan 13 ribu bisnis baru,” kata dia.
Odo menyebutkan ada tiga tantangan yang dihadapi Indonesia untuk meningkatkan pariwisata dalam negeri.
Tiga tantangan tersebut yakni perizinan, insentif, dan kualitas infrastruktur dan aksesibilitas.
Terkait perizinan, dia menjabarkan, kegiatan yang menyertakan 20 hingga 30 ribu orang di Indonesia sangat panjang.
Setidaknya, promotor harus melalui 8 tahapan, berurusan dengan banyak pihak, dan kadang kala baru mendapatkan perizinan di H-1 kegiatan. Hal inilah yang membuat promotor enggan mengadakan acara besar di Indonesia, padahal potensi perekonomian dari kegiatan tersebut sangat besar.
“Ini mengakibatkan banyak orang Indonesia bepergian ke Singapura, Australia, Bangkok, karena konser-konser lebih banyak diselenggarakan di Singapura daripada di Indonesia karena untuk promotor mendapatkan kualitas event yang bagus membutuhkan proses yang lama,” katanya.
“Dan ini yang kita ingin ubah dengan men-streamline (menyederhanakan) menjadi satu pintu sehingga memberikan kepastian bagi industri pariwisata untuk menyelenggarakan event-event,” pungkas Odo.
Sumber : CNBC Indonesia