Parlemen Kanada secara bulat menyepakati untuk menampung 10.000 pengungsi Uighur yang kabur dari China dan kini menghadapi tekanan untuk dipulangkan secara paksa. Kebijakan tersebut mulai berlaku pada 2024.
Sebelumnya, pada 2021 Kanada menjadi salah satu negara pertama yang melabeli perlakuan Beijing terhadap warga Uighur dan muslim Turki lainnya di wilayah Xinjiang sebagai genosida.
Dilansir Reuters, House of Commons memberikan suara 322-0 untuk rancangan undang-undang (RUU) yang disponsori anggota parlemen Liberal, Sameer Zuberi. Disebutkan bahwa sebanyak 1.600 telah ditahan di negara lain atas perintah China atau dipulangkan secara paksa.
Dalam mosi tersebut dikatakan bahwa warga Uighur yang melarikan diri ke negara ketiga menghadapi tekanan dan intimidasi oleh Beijing untuk kembali pulang.
Mosi tersebut juga menuduh China menerapkan tekanan diplomatik dan ekonomi kepada negara-negara untuk menahan dan mendeportasi mereka, meninggalkan mereka tanpa tempat berlindung yang aman di dunia.
Dalam konferensi pers, Zuberi mencatat bahwa Perdana Menteri Justin Trudeau dan kabinetnya memberikan suara untuk mendukung mosi tersebut, meskipun tidak mengikat.
“Ini adalah sinyal yang jelas bahwa kami tidak menerima pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang Uighur. Apa yang terjadi pada orang Uighur tidak dapat diterima,” kata Zuberi, dikutip dari The Straits Times.
Menteri Imigrasi Kanada, Sean Fraser, menyambut baik mosi tersebut. Dia mengatakan bahwa Kanada akan selalu melakukan bagiannya dalam membantu mereka yang membutuhkan perlindungan.
“Saya berkomitmen untuk bekerja dengan semua pihak guna memajukan langkah-langkah yang diuraikan dalam mosi yang diadopsi oleh House of Commons hari ini,” kata Fraser.
Kelompok hak asasi manusia menuduh China telah melakukan pelanggaran terhadap Uighur, yang berjumlah sekitar 10 juta jiwa di wilayah barat Xinjiang.
Setidaknya terdapat 1 juta warga Uighur dan sebagian besar minoritas muslim lainnya telah dipenjara di kamp khusus di wilayah tersebut. Mereka juga harus menghadapi kerja paksa secara massal dan banyak wanita di sana disterilisasi paksa.
China pun membantah tuduhan-tuduhan serta pelanggaran tersebut. Beijing berdalih bahwa kamp-kamp itu sangat penting untuk memerangi terorisme dan memberikan pelatihan kejuruan kepada minoritas.