Aliansi Akademisi Indonesia mengajukan diri sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) ke majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang memeriksa perkara Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Sebagai Sahabat Pengadilan, Aliansi Akademisi Indonesia yakin bahwa kasus pembunuhan yang melibatkan Eliezer harus ditangani dengan adil dan penuh pemahaman hukum yang tidak hanya bersifat tekstual, tetapi juga kontekstual.
Aliansi Akademisi Indonesia yakin bahwa untuk memastikan keadilan, hukuman yang diberikan kepada Eliezer sebagai justice collaborator, seharusnya tidak berat.
Melansir monitoindonesia.com, adapun alasan Aliansi Akademisi Indonesia membela Richard Eliezer Eliezer adalah sebagai berikut;
Pertama, Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah saksi pelaku atau justice collaborator, yang rela menanggung risiko demi terungkapnya kebenaran dan terbongkarnya kasus kejahatan kemanusiaan di ruang pengadilan, yang juga mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia. Tanpa kejujuran dan keberanian Eliezer, kasus ini akan tertutup rapat dari pengetahuan publik dan menjadi “dark number”.
LPSK telah merekomendasikan Eliezer sebagai justice collaborator, didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat sebagai saksi pelaku atau justice collaborator sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Kedua, ada relasi kuasa yang timpang dalam hubungan antara Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan atasannya, sehingga perintahnya sukar ditolak.
Sang Jenderal, atasannya nampak sungguh tidak memiliki sikap kesatria, karena melampiaskan angkara murka, membunuh bawahannya sendiri, tetapi dengan menggunakan tangan bawahan yang lain, dan yang akhirnya berisiko dihukum berat. Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai seorang Anggota POLRI yang berpangkat Bharada, tentu harus mengikuti perintah atasannya, Sang Jenderal.
Ketiga, “Eliezer adalah kita”, mendukungnya untuk tidak dihukum berat atau lebih ringan daripada pelaku-pelaku lainnya akan berarti menyelamatkan anak muda berumur 24 tahun, yang masa depannya masih panjang.
Tulang punggung keluarga dari kalangan masyarakat sederhana di Manado, Sulawesi Utara, tetapi tidak berdaya sebagai Bharada berpangkat paling rendah dalam jajaran kepolisian. Mendukung Eliezer dengan mengutamakan prinsip kejujuran dan kebenaran untuk mengungkap kejahatan serius, juga berarti mengupayakan keadilan bagi korban Brigadir Yoshua Hutabarat dan keluarganya.
Keempat, mendukung Eliezer bukan persoalan pribadi, tetapi memberi pembelajaran penting tentang pentingnya reformasi di tubuh institusi kepolisian yang dilakukan segera agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan. Kasus yang menunjukkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang begitu besar dari seorang jenderal sangat mungkin terjadi tanpa bisa dideteksi oleh sistem tatakelola.
Kelima, keberadaan Eliezer dalam kasus ini memberi pembelajaran berharga bagi para mahasiswa hukum yang sedang belajar di fakultas hukum seluruh Indonesia.