Sushi dan Jepang adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Tiap kali membicarakan sushi pasti ingatan langsung menjurus ke Jepang. Hal ini tidak berlebihan. Di Negeri Matahari Terbit itu sushi memang makanan paling populer. Masyarakat Jepang mampu berkreasi menciptakan inovasi sushi yang tetap lezat dan otentik hingga tersebar di seluruh dunia.
Namun makanan yang terdiri dari campuran ikan, sayuran, dan nasi ini faktanya bukan berasal dari Jepang.
Sejarawan makanan asal Jepang, Shinoda Osamu dalam The Book of Sushi (1981) menyebut kalau jejak arkeologis sushi justru berasal dari Asia Tenggara sebelum abad ke-2 Sebelum Masehi. Argumen Shinoda ini didasarkan pada asal mula elemen penyusun sushi, yakni nasi. Nasi yang bermula dari padi adalah hasil “ekspor” dari Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara sendiri nasi memang menjadi bahan pangan utama. Tepatnya di Thailand dan Laos, padi tumbuh sumbur di sana. Masyarakatnya membudidayakan tanaman itu. Jadi, tidak salah kalau dua negara itu disebut sebagai nenek moyang sushi. Apalagi faktanya ikan yang digunakan untuk sushi bukanlah ikan laut atau ikan sungai, melainkan ikan yang hidup di persawahan.
Bentuk awal dari sushi di Asia Tenggara hanya campuran nasi dengan ikan fermentasi garam yang dikenal Narezushi. Narezushi ini tak langsung dibawa ke Jepang, tetapi ke China terlebih dahulu.
Menurut Eric C. Rath dalam Oishi: The History of Sushi (2021), di Negeri Tirai Bambu inilah asal usul kata sushi terbentuk, yakni berasal dari bahasa China, sui, yang berarti ‘mencicipi asam’. Arti ini mengindikasikan kalau terjadi perubahan variasi sushi ketika berada di China yang menambahkan cairan asam, seperti cuka, pada balutan nasi dan ikan.
Barulah di sekitar tahun 300 SM, makanan campuran ikan dan nasi ini dikenalkan ke Jepang oleh orang-orang China. Kedatangan makanan ini juga sejalan dengan pembudidayaan padi di Jepang. Jadi, semakin padi tumbuh subur, sushi menjadi makanan utama yang tak tergantikan.
Apalagi, kondisi alam Jepang memang mendukung popularitas sushi. Hal ini disebabkan karena Jepang memiliki perairan hangat yang membuat ikan-ikan berkembang biak di sana. Keunggulan inilah yang menjadikan sushi semakin berinovasi dengan menggunakan beragam ikan.
Tak hanya karena alam, faktor kultural juga membuat sushi makin meresap dalam kehidupan masyarakat Jepang. Warga Jepang yang mayoritas Budhis tidak mengonsumsi daging, sehingga menjadikan ikan, serta makanan turunannya seperti sushi, sebagai makanan utama.
Seiring waktu sushi tak lagi jadi makanan sederhana. Masuknya bahan pangan dari luar negeri ke Jepang menjadikan sushi semakin kompleks. Namun, varian kompleks inilah membawa berkah karena membuat sushi makin terkenal dan mendunia.
Kini, seiring pesatnya arus globalisasi, sudah muncul banyak restoran sushi di seantero dunia. Di Indonesia, restoran sushi pertama berdiri pada 1969. Restoran ini bernama Kikugawa Restaurant yang berada di Cikini.
Sumber : CNBC Indonesia