NEWS24XX.COM – Bukan karena pelecehan seksual, motif Ferdy Sambo bunuh Brigadir J masih jadi misteri, meski telah divonis hukuman mati.
Hingga kini, motif atau alasan yang mendasari sang Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo untuk membunuh ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih menjadi misteri.
Belum terungkap, apa yang jadi motif atau alasan yang mendasari Ferdy Sambo untuk membunuh putra dari Rosti Simanjutak itu.
Meski majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis hukuman pidana mati kepada bekas inspektur jenderal Polri itu pada Senin (13/2), namun motif atau alasan yang mendasari sang Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo untuk membunuh ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih menjadi misteri.
Adapun ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan jika motif pembunuhan Brigadir J tidak terkait dengan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Kesimpulan itu diambil berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan yang telah bergulir sejak Oktober tahun lalu.
“Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum,” ungkap hakim Wahyu saat membacakan pertimbangan perkara Ferdy Sambo, PN Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Hakim Wahyu menyebutkan jika motif pembunuhan Brigadir J lebih karena perasaan sakit hati Putri terhadap perbuatan atau sikap Yosua.
“Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi,” kata hakim.
Namun, hingga kasus ini selesai, hakim tidak mengungkapkan gamblang perbuatan Yosua dimaksud.
Bahkan dalam persidangan, hakim juga mengungkapkan jika tidak ada bukti valid mengenai pelecehan atau kekerasan seksual yang dilakukan Yosua terhadap Putri.
Menurut hakim, Putri memiliki posisi dominan dibandingkan Yosua karena yang bersangkutan merupakan istri dari seorang jenderal polisi bintang dua dan berlatar belakang pendidikan dokter, sementara Yosua hanyalah lulusan SLTA yang berpangkat Brigadir.
Bahkan Yosua pun hanya ditugaskan sebagai ajudan Sambo dalam membantu Putri baik sebagai sopir maupun tugas lain.
“Sehingga dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinannya kalau korban Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap Putri,” tutur hakim.
Ferdy Sambo sendiri divonis dengan hukuman mati karena dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Ia juga divonis karena tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sambo dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan tersebut dijatuhkan oleh ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso dengan anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sudjono.
Sementara itu, istri Sambo, Putri divonis penjara 20 tahun.
Putri dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Usai dijatuhi vonis, Ferdy Sambo dan Putri akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir mengajukan banding.
Sebagai kilas balik, pembunuhan terhadap Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
***