Sekelompok korban romusha Jepang di Korea Selatan (Korsel) menuduh Seoul mempercepat rencana kompensasi demi keuntungan diplomatik dan politik dengan Tokyo.
Diketahui, Seoul-Tokyo telah lama berselisih imbas putusan Mahkamah agung pada 2018. Saat itu, pengadilan memerintahkan perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi ke sejumlah korban kerja paksa.
Dilansir Reuters pada Kamis (16/2), terdapat 15 warga Korsel yang memenangkan kasus seperti itu di pengadilan. Namun, tidak ada satupun korban yang menerima kompensasi secara langsung dari Jepang.
Bulan lalu, Korsel berencana memberikan kompensasi kepada korban melalui yayasan publiknya sendiri. Hal tersebut menuai protes dari beberapa korban, lantaran dana itu tidak diberikan langsung oleh perusahaan Jepang.
Seorang pengacara untuk beberapa korban, Lim Jae-sung, mengatakan bahwa Presiden Korsel Yoon Suk-yeol dan Kementerian Luar Negeri memaksa proposal tersebut, meskipun mendapat protes keras.
Menurut Jae-sung, rencana itu merupakan upaya Korsel meningkatkan hubungan dengan Jepang dan persiapan untuk mengadakan pertemuan puncak Seoul-Tokyo.
“Untuk alasan publik, mereka mengatakan para korban sudah tua dan masalah belum terselesaikan terlalu lama, tapi saya pikir mereka mendorong untuk menormalkan hubungan dengan Jepang dengan mengakhiri perselisihan dan menjadikannya sebagai warisan politik,” kata Lim dalam konferensi pers di Seoul.
Oleh karena itu, kata Jae-sung, apabila Seoul bersikeras untuk menyalurkan kompensasi melalui yayasan, para pengacara akan berjuang untuk membuktikan ketidakabsahan.
Hingga kini, belum ada tanggapan dari kantor Suk-yeol. Namun, Kementerian Luar Negeri sebelumnya mengatakan, pemerintah ingin mengunjungi para penyintas dan melanjutkan diskusi kompensasi agar mendapat penyelesaian yang masuk akal, serta mengajak para pengacara untuk bekerja sama.
“Bagaimanapun, itu akan membawa pertarungan hukum yang panjang, dan mereka tidak akan bisa mendapatkan hasil sesuai dengan jadwal yang mungkin telah mereka tetapkan,” ujar Jae-sung.
Terkait kompensasi melalui yayasan, pejabat Korsel belum menentukan total jumlah kompensasi itu, tetapi pihaknya mengatakan berencana mengumpulkan dana lebih dari 3,11 juta dolar AS (sekitar Rp47 miliar).