Lima anggota komplotannya ditangkap Penyelewengan BBM Subsidi, termasuk pengelola dan pengawas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Kelima tersangka ini berinisial RM (24), WS (54), WD (68) NS (52) dan AA (24). Mereka ditangkap setelah polisi memergoki pengisian 1.962 liter solar dari SPBU di Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali.
“Ini kasus penyalahgunaan pengangkutan atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah. Kita sudah bisa mengungkap seluruh tersangka dan pertama tersangka RM sebagai sopir kendaraan yang mengangkut bahan bakar minyak subsidi sebanyak hampir dua ton atau 1.962 liter solar,” kata Kapolres Jembrana AKBP I Dewa Gde Juliana, Senin (20/2).
Aksi komplotan ini terbongkar pada Rabu (18/1) sekitar pukul 22.00 Wita. Saat itu, petugas kepolisian mencurigai adanya kendaraan dump truck dengan nomor polisi DK 8478 SZ yang keluar masuk di SPBU Penyaringan, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali.
Polisi memantau dari jarak jauh saat sedang mengisi BBM. Setelah melakukan pengisian BBM dump truk tersebut berhenti dan parkir di area SPBU. Selanjutnya, saat dilakukan pengecekan, di bagian bak truk itu terdapat tangki penampungan solar yang ditutupi terpal plastik warna cokelat berisi solar sebanyak 1.962 liter dan ditemukan uang sejumlah Rp37.000.000 dalam tas pinggang yang dibawa tersangka RM. Rencananya uang itu akan digunakan untuk membayar pembelian BBM jenis solar tersebut.
Berdasarkan pengakuan tersangka RM, dia disuruh melakukan pembelian BBM jenis solar itu oleh bosnya yaitu tersangka WS yang beralamat di Kabupaten Badung, Bali. Sebelumnya WS telah berkomunikasi dengan pengelola SPBU Penyaringan yaitu tersangka WD.
“Kemudian, diteruskan kepada pengawas tersangka NS baru kemudian BBM Jenis solar tersebut dicor oleh tersangka AA,” imbuhnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa otak dalam kasus kejahatan ini adalah tersangka WS yang meminta melakukan dan membiayai pencurian BBM subsidi solar yang bekerja sama dengan pengelola SPBU yaitu tersangka WD dan pengawas SPBU tersangka NS dan AA karyawan SPBU yang bertugas mengisi solar.
“Tersangka WS yang memang menyuruh melakukan dan membiayai kejahatan tersebut. Dan dia juga bekerja sama dengan salah satu pengelola dari SPBU (tersangka) WD dan juga pengawas daripada SPBU yang memasukkan itu,” ujarnya.
Sementara dump truck untuk tangki bahan bakar truk dimodifikasi hingga bisa menampung hampir 2 ton solar. “Tangki BBM truk dimodifikasi sehingga saat mengisi di lubang tangki truk, solar dialirkan ke tangki yang ada di bak truk,” ungkapnya.
Jika dump truck terisi penuh BBM solar subsidi lalu didistribusikan ke wilayah Denpasar dan dijual ke para nelayan dan lainnya dengan harga yang lebih mahal.
“Tersangka WS sudah kenal dengan tersangka WD. Kemudian, nanti setelah penuh dia bawa ke Denpasar untuk didistribusikan kembali. Dia jual kembali tentunya dengan harga yang lebih mahal seperti ke nelayan dan lain sehingga, nilainya meningkat,” ujarnya.
Para tersangka mengaku baru satu kali melakukan perbuatan ini. Mereka mendapat Rp50 ribu per satu Rp1 juta pembelian solar.
“Dia (tersangka WS) kenal (tersangka WD) dia mencoba dan membujuk dengan imbalan-imbalan setiap Rp1 juta dia akan mendapatkan imbalan Rp 50 ribu. Misalnya beberapa liter tinggal dikalikan,” ujarnya.
“Hasil interogasi mereka baru melakukan (satu kali) dan diketahui. Dan melakukan ini di satu SPBU. Sementara dari keterangan diambil di situ karena kenal. Kalau dari keterangannya baru kali ini mencoba memanfaatkan minyak bersubsidi. Dan pemilik (SPBU) tidak mengetahui hal ini. Jadi, pengelolanya yang bermain-main dan tidak sesuai dengan prosedur,” ujarnya.
Barang bukti yang diamankan berupa 1 unit dump truck Isuzu warna putih nopol DK 8478 SZ, yang bagian bak truk sudah dimodifikasi dengan ditambahkan tangki penyimpanan solar yang berisi solar sesuai dengan catatan sekitar 1.962 liter, uang tunai Rp37 juta dan 1 tas pinggang warna hitam merek Junglesurf, 7 lembar catatan SPBU, dan rekapan CCTV.
Para komplotan ini, disangkakan dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang RI, Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ancaman pidananya hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar. (sumber-Merdeka.com)