Presenter Brigita Manohara diperiksa KPK karena masuk dalam ranah tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak.
“Jadi posisi dari yang tadi disampaikan (aliran uang ke Brigita Manohara) adalah terkait dengan penanganan TPPU,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dalam keterangannya dikutip Selasa (21/2).
Brigita Manohara diketahui mengakui menerima uang Rp480 juta dari Ricky Ham Pagawak. Saat diperiksa pada Jumat, 29 Juni 2022, Brigita Manohara mengaku sudah mengembalikan uang tersebut kepada KPK.
Asep Guntur mengatakan, sejauh ini pihaknya tengah mengusut TPPU Ricky Ham. Menurut Asep, pihaknya akan melacak semua aliran uang mau pun aset hasil suap dan gratifikasi Ricky Ham yang disamarkan.
“Tentunya setiap aliran dana di mana tindak pidana korupsi merupakan predikat crime dari TPPU ini akan kami lacak sampai ke mana uang tersebut mengalir, dan setiap orang yang menerima uang atau hasil korupsi yang dilakukan tersangka akan kami minta keterangan,” kata Asep.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pengembalian uang hasil korupsi yang dikembalikan oleh seseorang tidak akan menghapus tindak pidana. Maka dari itu, Firli menyebut pihaknya akan mendalami lebih jauh aliran uang yang masuk ke Brigita Manohara.
“Sebagaimana Undang-Undang 31 Tahun 1999 di Pasal 4 disebutkan bahwa pengembalian kerugian negara itu tidak menghapus tuntutan pidana. Tapi sekali lagi saya sampaikan, masih ada proses yang harus didalami,” kata Firli.
Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah. Dia juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Ricky Ham diduga sudah menikmati uang sekitar Rp200 miliar dalam kasus ini.
“Sejauh ini terkait dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang dinikmati RHP (Ricky Ham) sejumlah sekitar Rp200 miliar dan hal ini terus didalami dan dikembangkan oleh tim penyidik,” ujar Firli dalam jumpa pers, Senin (20/2/2023).
Firli menjelaskan, Ricky yang menjabat bupati dua periode, yaitu 2013-2018 dan 2018-2023 memiliki kewenangan menentukan sendiri para kontraktor yang akan menggarap proyek dengan nilai kontrak pekerjaan yang mencapai miliaran rupiah.
Ricky pun memberikan syarat penyetoran sejumlah uang kepada para kontraktor jika ingin menggarap proyek di Pemkab Mamberamo Tengah.
Adapun beberapa kontraktor yang menggarap proyek di Pemkab Mamberamo yakni Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang, Direktur PT BAP Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang, dan Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding. Ketiganya sudah dijerat sebagai tersangka penyuap Ricky Ham.
Firli mengatakan, Ricky Ham bersedia memenuhi keinginan dan permintaan ketiga kontraktor dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus kepada ketiganya.
Jusieandra Pribadi Pampang diduga mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar. Sedangkan Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp179,4 miliar. Sementara Marten Toding mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.
Realisasi pemberian uang pada Ricky Ham dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan Ricky.
Selain itu, Ricky juga diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak yang kemudian diduga juga dilakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan, mau pun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.
“Selama proses penyidikan, tim penyidik telah memeriksa 110 orang sebagai saksi dan juga melakukan penyitaan berbagai aset bernilai ekonomis di antaranya, berbagai bidang tanah dan bangunan serta apartemen yang berlokasi di Jayapura, Tangerang, dan Jakarta Pusat serta beberapa unit mobil mewah dengan berbagai tipe,” kata Firli.
Atas perbuatannya, Ricky Ham disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (sumber-Liputan6.com)