Warga Batang Peranap mempertanyakan penggunaan jalan pemda atau jalan kabupaten yang digunakan oleh armada angkutan batubara.
PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemkab Inhu Desember 2012 lalu salah satu perusahaan tambang batubara yang beroperasi di Kecamatan Batang Peranap.
PT PIR didirikan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Privinsi Riau yang bergerak dibidang Pertambangan Batubara, Transportasi, Energi dan Limbah B3.
Namun, kehadiran PT PIR dituding sebagai penyebab rusaknya ruas jalan kabupaten, mulai dari Desa Punti Kayu hingga ke Simpang Napal Kecamatan Peranap.
Sejumlah perusahaan Sub Kontraktor di PT PIR, seperti PT Edco Energi Persada, PT WSP, PT ARC dan PT Datama menjadi pihak pelaksana penambangan dan angkutan hasil tambang, batubara.
Salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Batang Peranap, SP kepada media ini, Kamis (23/2) menegaskan, bahwa pihaknya berencana akan menghadap ke Bupati Inhu untuk mempertanyakan izin penggunaan jalan tersebut.
“Selama ini kita dan warga Batang Peranap lainnya yang berprofesi sebagai petani kelapa sawit mempertanyakan izin penggunaan jalan pemda untuk holling batubara,” tegas SP.
Hari (waktu) yang baik untuk menghadap ke Pemkab Inhu sudah dijadwalkan dan waktunya tidak lama lagi.
Dikesempatan lain, salah seorang warga Kecamatan Batang Peranap berinisial D, yang juga petani kelapa sawit, merasa resah akibat jalan rusak, sehingga hasil kebun tidak bisa dikeluarkan.
“Selama dua tahun terakhir ini hasil kebun kami tidak bisa lagi kami jual ke PKS di Desa Gumanti di Kecamatan Peranap. Karena jalan kabupaten tidak bisa dilewati akibat badan jalan rusak,” kata dia.
Kerusakan jalan disebabkan mobiliasi armada angkutan batubara milik perusahaan Sub Kontraktor yang mendapat kontrak kerja penambangan dan angkutan dari PT PIR.
“Diperkirakan jumlah armada angkutan batubara milik beberapa perusahaan Sub Kontraktor 500 unit. Semua armada angkutan setiap hari hilir mudik dijalan milik Pemda Inhu. Jika turun hujan kondisi jalan semakin parah, seperti kubangan kerbau,’ tandasnya.
Untuk mensiasatinya agar buah sawit tidak busuk terpaksa dijual ke Muara Petai dengan biaya operasional jauh lebih besar dari PKS di Peranap.
‘Sudahlah jauh, lebih jauh dari PKS di Peranap, harga perkilogram TBS dihargai murah. Tapi apa boleh buat daripada buah kami membusuk,” ujar D.
Hingga berita ini diturunkan, pihak managemen PT PIR masih belum bisa dikonfirmasi untuk dimintai keterangan seputar keluhan warga tersebut.
Dirinya dan segenap warga Kecamatan Batang Peranap khususnya para petani kelapa sawit berharap ada tindakan tegas dari Pemkab Inhu.
Pihaknya meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) atas kesewenang-wenangan pihak perusahaan tanpa memperdulikan keresahan warga tempatan.
Yang mana, lanjut D, kelas jalan kabupaten berkapasitas tekanan sumbu 10 ton jadi hancur akibat dilalui ratusan truck tronton jenis Fuso bermuatan 40 hingga 50 ton batubara setiap hari.