Lebih dari 500 kilogram metamfetamin disita polisi.
Metamfetamin tersebut disembunyikan dalam kemasan kantong-kantong teh.
Sementara seorang tersangka pengedar narkoba Tiongkok ditangkap di kota resor pegunungan di Filipina Utara pada Rabu (29/3/2023) seperti dikutip dari Associated Press.
Sejumlah pejabat Filipina menyebutkan narkoba yang disita di kota Baguio itu diperkirakan bernilai 4 miliar peso atau 74 juta dolas AS dan merupakan salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Menteri Dalam Negeri Benhur Abalos dan sejumlah pejabat kepolisian menuturkan sebuah sindikat narkoba rupanya sengaja menyembunyikan narkoba yang dikenal sebagai shabu itu di Baguio, tujuan wisata populer yang terkenal dengan pemandangan gunung dan pohon pinusnya, dan bukan di metropolitan Manila. Karena tindakan keras antinarkoba yang sedang berlangsung di wilayah ibu kota.
Presiden Ferdinand Marcos Jr., mulai menjabat pada bulan Juni, berjanji melanjutkan program penumpasan narkoba yang digelar pendahulunya yang menyebabkan ribuan tersangka narkoba kelas teri tewas.
Namun dia mengatakan upaya tersebut akan dilakukan secara berbeda dan lebih fokus pada rehabilitasi ketergantungan obat.
Lebih dari 6.000 tersangka pengedar narkoba yang sebagian besar miskin tewas dalam bentrokan dengan penegak hukum di bawah mantan Presiden Rodrigo Duterte.
Pembunuhan yang meluas membuat khawatir Barat, termasuk Amerika Serikat, dan memicu penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebagai kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Rodrigo Duterte membantah membenarkan pembunuhan di luar hukum dalam apa yang disebutnya perang melawan narkoba. Tetapi secara terbuka mengancam akan membunuh para tersangka pengedar narkoba sampai tahun-tahun terakhir kekuasaannya.
Polisi mengatakan ada lebih sedikit pembunuhan terhadap tersangka narkoba di bawah pemerintahan Marcos.
Tetapi kelompok-kelompok HAM masih menyatakan kecemasan atas pembunuhan yang terus berlanjut di bawah tindakan keras pemerintah dan meminta Marcos untuk bekerja sama dengan ICC dalam menyelidiki pembunuhan yang terjadi ketika Rodrigo Duterte menjadi Presiden dan Wali Kota Davao Filipina Selatan.
Ferdinand Marcos Jr. mengatakan pada Selasa bahwa pemerintahannya akan memutuskan kontak dengan pengadilan yang berbasis di Den Haag itu usai ICC menolak seruan pemerintah Filipina untuk berhenti menyelidiki pembunuhan era Rodrigo Duterte.
“Itu mengakhiri semua keterlibatan kami dengan ICC karena kami tidak bisa lagi mengajukan banding,” ucap Ferdinand Marcos Jr. kepada wartawan saat dimintai komentar atas keputusan majelis banding ICC.
“Pada titik ini kami pada dasarnya melepaskan diri dari kontak apa pun, dari komunikasi apa pun, dengan ICC.”
Rodrigo Duterte ketika masih menjadi Presiden menarik Filipina dari perjanjian pendirian ICC pada 2019 setelah pengadilan itu meluncurkan pemeriksaan awal atas ribuan pembunuhan di bawah tindakan keras anti narkoba.