News24xx.com – Seorang lansia bernama Titin Suartini NG, diduga menjadi korban pengambilalihan dengan paksa aset berupa tanah dan bangunan oleh komplotan mafia tanah di wilayah Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Menurut keterangan adik kandung korban, Alexander Sutikno bersama penasihat hukumnya, Bonifansius Sulimas, kasus yang menimpa kakaknya itu terjadi sekitar tahun 2019 silam. Dan pada tahun yang sama, tepatnya pada bulan Juli 2019, ia telah membuat pelaporan ke Polda Metro Jaya.
“Itu Pak Alex sudah buat laporannya pada tahun 2019 lalu. Dan laporannya sudah teregister dengan nomor LP/4530/VII/2019/PMJ/Dit.Reskrimum,” kata penasihat hukum Alexander, Bonifansius Sulimas di Polda Metro Jaya, Jum’at.
“Jadi hari ini kami datang atas panggilan dari penyidik terkait kasus yang menimpa klien kami ini Pak Alex,” ungkap Bonifansius.
Dia menuturkan, kasus ini bermula saat ketiga kakak kandung kliennya, yakni Titin Suartini NG, NG Supintor, serta NG Evi Chindi memiliki hak atas kepemilikan bangunan rumah toko (ruko) di kawasan Radio Dalam Raya.
“Jadi sebelumnya, ketiga kakak Pak Alex ini tinggal bersama di ruko tersebut. Namun, pada tahun 2015, NG Supintor dan NG Evi Chindi meninggal dunia, sehingga tersisa Titin Suartini NG seorang,” papar dia.
Ketika Wanita lansia itu tinggal sendiri pengambilalihan terjadi. Pada 2019 komplotan mafia tanah diduga mengambil alih secara paksa lahan dan bangunan ruko milik lansia Ibu Titin Suhartini NG.
“Namun, pada tahun 2019, ada kelompok mafia tanah yang mengambil alih secara paksa lahan dan bangunan dari tangan Ibu Titin Suartini NG,” sambungnya.
Ujar dia, yang lebih membuat geram kliennya ini, komplotan mafia tanah itu, usai menyerobot aset milik kakak kandung kliennya. Kemudian membawa Ibu Titin pergi lalu meninggalkannya di tepi jalan seolah-olah seperti gelandangan pihak terlapor.
“Komplotan mafia tanah ini menelpon Dinas Sosial (Dinsos) dan kakak kandung klien kami dibawa ke salah satu panti jompo,” katanya.
“Mereka juga palsukan PPBJ-AJB, sampai melakukan penjualan dengan pihak yang ketiga,” imbuhnya.
Bonifansius menduga komplotan mafia tanah ini memang telah lama mengintai korban sejak lama. Terlebih, mereka mengetahui bahwa orang-orang yang tinggal di ruko itu berusia di atas 80-an tahun.
“Dua yang ahli waris dari adik-kakak yang punya ruko ini itu meninggal 2015. Satu masih hidup di sini. Tiba-tiba yang satu ini mereka angkat dari ruko naruh di pinggir jalan, baru telepon dengan Dinsos,” terang dia.
“Jadi saya jelaskan awalnya banget yak, Pak Alex ini sebetulnya tinggal sendiri di kawasan Bendungan Hilir. Dan biasanya seminggu atau dua minggu sekali Pak Alex ini mampir ke lokasi ruko tempat kakak kandungnya tinggal. Namun, pada 2019 Pak Alex melihat situasi di dalam ruko sudah sepi, bahkan kakak kandungnya juga sudah tidak ada,” ucapnya.
“Satu minggu setelah hilang di sana. Karena kakaknya sudah enggak ada di sana, dia cari itu kakaknya, ketemulah informasi dia ada di panti jompo,” tukas pria yang akrab disapa Boi itu.
Dia lanjut menuturkan, setelah mengetahui ruko telah sepi dan kakaknya tinggal di panti jompo. Barulah kliennya ini tahu dan sadar bahwa surat-surat tanah dan bangunan ruko itu telah berubah nama, bahkan, sudah ada sertifikat.
“Dia (mafia tanah) jual lagi, dapatlah salah satu pembeli. Sekarang sertifikat itu atas nama pembeli yang ketiga itu,” kata Bonifansius.
“Untuk pelakunya itu inisialnya MR. Kami minta do’anya saja agar kasus ini bisa terungkap. Pak Alex hanya ingin keadilan saja,” pungkasnya. ***