Seorang sopir bus sekolah bernama AM harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum.
Sebabnya, karena pria 26 tahun itu terbukti merudapaksa seorang remaja perempuan di Kutai Timur, Kalimantan Timur pada Senin (8/5/2023) kemarin.
Diketahui, aksi bejat AM dilakukan di dalam bus sekolah yang biasa dia kemudikan.
Saat itu, korban yang diketahui merupakan seorang pelajar SMA dan berusia 17 tahun yang berencana hendak turun sekolah.
“Korban diperkosa saat berada di dalam bus sekolah, saat itu korban dibawa ke area kebun sawit,” ujar Kapolsek Muara Wahau Iptu Satria Yudha, Rabu (17/5/2023).
Dirincikannya, kalau nafsu bejat pelaku saat itu dilancarkan saat bus memasuki area perkebunan sawit.
Tepatnya di kawasan Kecamatan Muara Wahau.
“Jadi saat itu korban dijemput pelaku (hendak turun sekolah), merasa ada kesempatan korban akhirnya dibawa pelaku,” terangnya.
Setelah melampiaskan nafsunya, pelaku kala itu tetap mengantarkan korban ke sekolah tujuannya.
Namun saat itu, pelaku sempat mengancam korban agar perbuatan bejatnya tidak disebarkan.
“Ya diancam kalau melaporkan korban akan diapa-apain,” ujar Satria.
Perbuatan pelaku akhirnya terbongkar setelah korban menceritakan peristiwa yang dialami ke teman sekolahnya pada Rabu (10/5/2023).
Teman korban lalu melaporkan peristiwa tersebut kepada gurunya.
“Kemudian pihak sekolah akhirnya mendatangi rumah korban dan memberitahukan kepada orang tua korban,” ungkapnya.
Tak terima atas perbuatan AM, orang tua korban melaporkan pelaku ke Polsek Muara Wahau. Polisi kemudian langsung menangkap AM.
“Pelaku sempat melarikan diri, tapi berhasil kita tangkap,” ujarnya.
Kepada polisi AM mengakui semua perbuatannya. Bahkan AM mengakui jika aksi bejatnya itu sudah direncanakan sebulan sebelum kejadian.
“Sebulan lalu pelaku juga sempat akan memperkosa korban, tapi gagal jadi waktu itu pelaku hanya mencabuli korban,” paparnya.
Atas perbuatannya AM kini ditahan di Polsek Muara Wahau guna pemeriksaan lebih lanjut.
AM dijerat Pasal 81 ayat (1), ayat (2) Jo Pasal 76 D UURI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Ancamannya paling ringan di atas 5 tahun dan paling lama 15 tahun,” pungkasnya.