Polda Metro Jaya menangkap sindikat penjualan senjata api ilegal. Para pelaku biasa menjual senjata ini melalui e-commerce dengan harga bisa ratusan juta.
“Harga bervariasi, di sini ada 2 kelompok. Kami berkolaborasi dengan Puspomad, harganya bahkan dijual cukup mahal, ratusan juta,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi dilansir Jawa Pos, Selasa (22/8).
Para pembeli sebetulnya ditipu juga oleh para pelaku. Sebab, para pelaku membuat Kartu Tanda Anggota (KTA) TNI AD dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) palsu supaya seolah-olah senjata yang dijualnya adalah asli.
“Korban-korbannya sebenernya ditipu, ditipu bahwa ini kartu asli dengan membayar ratusan juta oleh karenanya disini kita tetapkan penyuplainya untuk dijadikan tersangka,”jelas Hengki.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus jual beli senjata api (senpi) ilegal. Pengungkapan kasus ini berkat kerja sama Polda dengan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad).
“Ini sebenernya masih banyak yang sifatnya masih rahasia,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto.
Karyoto menyebut, proses pengembangan kasus masih berjalan. Sehingga belum seluruh materi penyidikan bisa diungkap ke publik demi kepentingan pengejaran pihak-pihak lain yang terlibat.
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, salah satu tersangka yang ditangkap adalah R. Dia merupakan penyuplai senjata terhadap teroris di Bekasi, Jawa Barat, Dananjaya Erbaning.
Tersangka R lanjut adalah seorang warga sipil dan berstatus residivis. Dia pernah ditangkap oleh Subdit Resmbob Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 2017 silam.
“Inilah inisial R dari kalangan sipil yang juga menjual kepada tersangka teroris yaitu senjata api pabrikan. Oleh karenanya ini residivis tentunya hukumannya akan berbeda. Residivis mengulangi perbuatannya,” jelas Hengki.
Para pelaku jual beli senjata api ilegal juga mencatut TNI AD dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Mereka membuat kartu tanda anggota (KTA) palsu. Para pelaku dalam jaringan ini juga melakukan pelatihan-pelatihan sejenis militer, meski bukan bagian dari kalangan militer.