NEWS24XX.COM – Sidang yang melibatkan Komisaris PT Electronic Technology Indoplas Lee Soo Hyun sebagai terdakwa kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
Pria berkewarganegaraan Korea Selatan itu didakwa telah menggelapkan uang perusahaaan percetakan yang berada di Kota Tangerang tersebut.
Sidang yang berlangsung di Ruang 1 Pengadilan Negeri Tangerang itu beragendakan penyampaian nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kuasa Hukum Lee Soo Hyun, Alfonso Atukota mengatakan, eksepsi tersebut dilakukan lantaran pihaknya menilai dakwaan yang disampaikan JPU tidak adil.
“Memang proses di pengadilan ini harus diperiksa, tapi haknya terdakwa untuk menyampaikan keberatan atas proses hukum ini karena klien kami meminta kepada hakim untuk memutuskan perkara ini adalah perdata bukan pidana,” ujar Alfonso Atukota, pada Senin (9/10/2023).
“Persoalan ini hanyalah perselisihan antara pemegang saham saja, tapi karena keduanya sudah tidak saling bertegur sapa, lalu melebar ke hal yang lain, sampai dicari celah pidananya,” imbuhnya.
Lebih lanjut Alfonso menjelaskan, terdapat sejumlah poin nota keberatan yang disampaikan dalam persidangan tersebut.
Mulai dari berkas BAP yang tidak diterima pihaknya, hingga surat dakwaan yang dinilai diberikan JPU terhadap kliennya dalam waktu yang lama.
“Pertama, sampai hari ini kami tidak menerima BAP padahal dalam Pasal 143 Ayat 4 itu jelas, ketika perkara itu dilimpahkan ke pengadilan maka kuasa hukum harus sudah mendapat BAP dan sudah kami minta berulang-ulang, tapi belum menerima itu, lalu adalah perihal surat dakwaan yang sudah kami minta 1-2 minggu sebelumnya, tapi baru disampaikan setelah itu (JPU membacakan dakwaan),” kata Alfonso.
Selain itu, pelaksanaan sidang yang berlangsung secara daring atau online oleh Lee Soo Hyun juga dinilai menjadi hal yang penuh kejanggalan.
Menurut Alfonso, kliennya tersebut seharusnya dihadirkan secara langsung dalam persidangan dan bukan melalui Zoom.
Sebab, lanjut Alfonso, kendala penggunaan bahasa asing ke bahasa Indonesia mempersulit kliennya tersebut untuk mengikuti pemeriksaan persidangan.
“Terdakwa ini adalah orang asing, dan kami minta dia harus hadir. Jadi harus sidang offline, bukan malah online atau daring, karena sidang yang sesungguhnya terdakwa harus ada di ruang sidang,” ujarnya.
“Selain berbenturan dengan bahasa asing, sidang offline itu mempengaruhi pemeriksaan baik dari gestur atau mimik wajah,” sambung Alfonso.
Sementara itu kuasa hukum Lee Soo Hyun alinnya, Anas Najamuddin menambahkan, jumlah nominal uang dalam perkara tersebut berbeda antara penyampaian JPU dengan perhitungan pihaknya.
Kemudian jenis transaksi yang disampaikan JPU dalam dakwaan juga dinilai menimbulkan pertanyaan besar. Sebab, menurut Anas, terdapat nominal uang Rp 20 rupiah yang diterima secara fisik (cash) oleh kliennya tersebut.
“Dalam dakwaan, nominal uang yang diterima klien kami secara cash ada sejumlah Rp20, yang mana hari ini tidak ada lagi uang senilai itu,” lanjutnya.
“Selain itu, JPU menyampaikan uang yang klien kami tetima sebesar Rp26 miliar, padahal hasil audit yang kami lakukan hanya Rp16 miliar, hal inilah yang kami nilai dakwaannya jaksa tidak cermat,” beber Anas.
Nantinya, sidang lanjutan atas perkara tersebut akan kembali dilaksanakan pada Senin (16/10/2023) pekan depan. “Sidang lanjutannya perkara ini dilangsungkan minggu depan dengan agenda tanggapan atau jawaban atas eksepsi yang kami sampaikan hari ini,” jelas Anas Najamuddin. ***