Polda Kepri menetapkan BM (39) dan IS (53) sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA atau hoaks di media sosial Facebook dan TikTok.
Setelah dilakukan serangkai proses penyelidikan dan mengamankan pemilik gawai berserta akun medsos itu, Ditreskrimsus Polda Kepri kemudian dilakukan pendalaman dan gelar perkara.
Hasil gelar berdasarkan Laporan Informasi Nomor : LI/100/IX/RES. 2.5./2023/Ditreskrimsus, tanggal 25 September 2023, pimpinan dan peserta gelar sepakat bahwa terhadap perkara tersebut untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan dan penetapan tersangka terhadap keduanya.
“Kedua pelaku telah berhasil diamankan di Batam,” kata Ditreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Nasriadi, Rabu (23/9/2023) lalu.
BM merupakan seorang karyawan swasta yang tingg di Baloi, blok II, RT1/RW1, Kecamatan Lubukbaja, Batu Selicin. Sedangkan IS ialah warga Komplek Jupiter Residance, Tanjungriau, Sekupang.
Menurut Nasriadi, kedua pelaku telah terbukti melakukan tindakan pidana ujaran kebencian dengan menyebarkan berita hoaks yang mengklaim bahwa “Ustad Abdul Somad Ditangkap Dan Diperiksa Polisi Karena Memberikan Bantuan Kepada Pengungsi Rempang.”
Namun, informasi yang disebarkan oleh kedua pelaku tersebut ternyata tidak benar dan merupakan hoaks. Oleh karena itu, pihak berwajib segera melakukan penyelidikan terhadap pemilik dua akun tersebut.
“Mereka telah menyebarkan berita hoaks terkait penangkapan dan pemeriksaan Ustad Abdul Somad, sehingga kami berhasil mengidentifikasi dua akun milik Bambang Mardianto (Facebook) dan @issaditrimo (Tiktok) sebagai pelaku yang menyebarkan berita hoaks tersebut,” jelas Nasriadi.
Selain berhasil mengamankan kedua pelaku, petugas juga berhasil menyita barang bukti berupa ponsel dan akun media sosial milik para pelaku.
Saat ini, keduanya ditahan di Polda Kepri. Mereka dijerat Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun. Mereka juga dijerat dengan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang peraturan hukum pidana, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 2 tahun.