Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang memberikan ultimatum semua pihak yang berani melakukan tindak pidana korupsi terkait anggaran penangan Covid-19. Dinilai hanyalah sebatas lips service atau layanan bibir, karena tidak sesuai dengan tindakannya.
Demikian disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yuris Rezha Kurniawan setelah vonis yang telah dijatuhkan kepada Mantan Mensos Juliari P Batubara dalam dugaan korupsi suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 hanyalah 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.
“Soal pernyataan hukuman mati, memang hari KPK khususnya pimpinan lebih banyak lips service daripada menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi yang sesungguhnya,” ujar Yuris mengutip merdeka.com, Senin (23/8).
Pendapat tersebut disampaikan Yuris setelah melihat upaya dari lembaga antirasuah yang tidak kelihatan tindakan atau komitmen untuk berniat menjatuhkan hukuman seberat -beratnya kepada Juliari.
“Mereka mewacanakan hukuman mati bagi pelaku korupsi tapi sejak awal tidak memberikan konstruksi hukum yang mengarah ke situ. Artinya memang tidak ada komitmen yang serius,”tuturnya.
Padahal, kata Yuris dengan mengikuti kontruksi hukum yang tersusun pada dakwaan pertama pada Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP. Seharusnya jaksa dari KPK bisa menuntut hukuman lebih berat dari 11 tahun.
Sehingga bila tuntutan jaksa lebih berat atau mencapai batasan maksimalnya mencapai hukuman seumur hidup. Hal tersebut akan menjadi pertimbangan nantinya dalam putusan vonis majelis hakim kepada Mantan Politikus PDIP itu.
“Setidaknya jika kita tetap mengikuti konstruksi dakwaan yang dilakukan oleh KPK, maka hukuman maksimal yaitu seumur hidup,” katanya.
Oleh sebab itu vonis yang hanya dijatuhkan 12 tahun penjara kepada Juliari, menurut Yuris tetap jauh dari rasa keadilan. Pasalnya tindakan Juliari telah melukai dan membuat masyarakat semakin susah disaat pandemi Covid-19.
“Vonis tersebut tetap belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Kita semua tahu korupsi yang dilakukan di tengah kondisi yang sulit dan susah. Bansos yang diharapkan menjadi penyambung hidup masyarakat justru menjadi bancakan,” kata Yuris saat dihubungi, Senin (23/8).
“Meskipun putusan hakim sudah di atas tuntutan jaksa, tapi kita juga soroti bahwa sejak awal tuntutan itu terlalu rendah. Bahkan jika melihat proses pemeriksaan, beberapa pihak yang diduga terlibat juga tidak dijerat,” lanjutnya.