Muhammad Kace sejauh ini belum ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, Ia masih berstatus sebagai terlapor. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri meningkatkan status penanganan perkara dugaan penistaan agama dalam konten yang diunggah oleh YouTuber Muhammad Kace alias Muhammad Kece beberapa waktu terakhir.
“Penyidik telah menemukan bukti awal yang cukup sehingga penyidik meningkatkan kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Selasa (24/8).
Dia menjelaskan bahwa penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melaporkan YouTuber itu kepada kepolisian. Kemudian, kata dia, sejumlah saksi-saksi ahli seperti ahli IT, bahasa dan hukum agama juga telah dimintai keterangannya.
Dalam hal ini, kata dia, barang bukti berupa hasil tangkapan layar dan video-video yang beredar terkait perkara tersebut juga telah diamankan oleh penyidik.
“Sesuai dengan pasal 184 kUHAP ya. Ada keterangan saksi, keterangan saksi itu bisa kita ambil dari keterangan pelapor dan tentunya keterangan ahli dan petunjuk,” jelasnya.
Video tersebut, kata dia, telah dianalisis oleh polisi untuk kemudian diajukan agar diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI.
“Video berpotensi kegaduhan memecah belah, maka dilakukan analisa, dilakukan verifikasi untuk dilakukan take down,” tambahnya.
Sebagai informasi, video ceramah Muhammad Kace menjadi kontroversi usai diunggah ke kanal YouTubenya. Salah satu yang mencuat ialah terkati kitab kuning dan Nabi Muhammad SAW yang diunggah dengan judul ‘Kitab Kuning Membingungkan’.
“Kitab kuning ini hanya usaha manusia, ya barang kali benar, tapi apakah nyimpang dari Quran, ya. Kenapa? Karena Quran tidak memerintahkan harus membaca hadis dan fiqih. Alquran lebih memberikan isyarat orang harus membaca Taurat dan Injil,” kata Muhammad Kace dalam video tersebut.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai ceramah yang disampaikan oleh Muhammad Kece berisi ujaran kebencian dan penghinaan terhadap simbol keagamaan.
Menurut Yaqut, semestinya aktivitas ceramah dan kajian dijadikan ruang edukasi dan pencerahan. Yaqut menyebut ceramah merupakan media untuk meningkatkan pemahaman keagamaan publik terhadap keyakinan dan ajaran agamanya masing-masing, bukan untuk saling menghina keyakinan dan ajaran agama lainnya.
“Menyampaikan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap simbol agama adalah pidana. Deliknya aduan dan bisa diproses di kepolisian termasuk melanggar UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama,” kata Yaqut. (Sumber-CNNI)