Somasi yang dilayangkan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) terhadap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Mendapat Respon dari Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengingatkan bahwa konflik kepentingan yang dilakukan pejabat publik bisa diancam dengan pidana.
“Ini sudah dinyatakan sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana di dalam Undang-Undang Pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Asfin dalam konferensi pers virtual, Selasa (31/8).
Fatia menyebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, salah satu anak perusahaan Toba Sejahtera Group bermain dalam bisnis tambang di Papua. Luhut merupakan salah satu pemilik saham di perusahaan itu.
Pernyataan Fatia merujuk pada hasil kajian yang dilakukan oleh koalisi LSM berjudul Ekonomi Politik Penempatan Militer di Intan Jaya. Kajian itu menduga terdapat konflik kepentingan penerjunan militer dengan bisnis tambang di wilayah itu.
Hal ini, salah satunya dilihat dari penempatan markas militer yang berada di dekat lahan konsesi tambang. Selain itu, yakni sejumlah petinggi militer yang menduduki jabatan strategis di beberapa perusahaan tambang.
Lebih lanjut, Asfin yang juga menjadi kuasa hukum Fatia mengingatkan agar konflik kepentingan harus dijauhi oleh pejabat publik.
Sebab, selain karena bertentangan dengan undang-undang tersebut, konflik kepentingan juga menjadi indikasi adanya tindak pidana korupsi. “Dia (konflik kepentingan) adalah indikasi dari tindak pidana korupsi tetapi atau sebagai modus perbuatan korup,” ujarnya.
Asfin juga menyebut Indonesia telah memiliki Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang penerimaan manfaat dari korporasi. Perpres ini, tidak hanya ditujukan kepada orang yang secara resmi menduduki jajaran di suatu perusahaan, tetapi juga menyasar orang-orang yang menerima manfaat.
“Bukan hanya siapa yang duduk secara resmi di jajaran direksi dan komisaris, tapi siapa yang menerima manfaat meskipun dia sebetulnya tidak ada di dalam dokumen-dokumen itu,” jelas Asfin.
Adapun kritik yang dilayangkan oleh Fatia, merupakan hak konstitusionalnya. Sebab, tindakan Fatia merupakan satu bentuk upaya masyarakat menjaga kedaulatannya. “Jadi ini posisinya sudah terbalik, harusnya yang mengawasi pemerintah adalah rakyat bukan pejabat publik yang mengawasi dan menyomasi,” tutur Asfin.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melalui kuasa hukumnya Juniver Girsang melayangkan somasi ke Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan pengacara Haris Azhar.
Somasi dilayangkan lantaran dalam sebuah video percakapan dengan Fatia yang Haris Azhar unggah di kanal YouTube nya menyebutkan bahwa salah PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Papua.
“Toba Sejahtra Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), The Lord, Lord Luhut. Jadi, Luhut bisa dibilang bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini,” ucap Fatia dalam video yang diunggah di saluran YouTube HARIS AZHAR, Jumat (20/8).
Beberapa waktu kemudian, Luhut lantas melayangkan somasi kepada Fatia dan Haris. Ia memberikan waktu 5×24 jam kepada keduanya untuk meminta maaf.
Jubir Menko Marves Jodi Mahardi mengatakan somasi dilayangkan karena unggahan Haris Azhar itu telah mencemarkan nama baik Luhut. Ia menegaskan bahwa Luhut tidak bermain dalam bisnis tambang di Blok Wabu.
Menurut Jodi, pernyataan dalam video tersebut tidak benar, tendensius, memuat pembunuhan karakter, dan penghinaan. “Pencemaran nama baik dan berita bohong bahwa Pak Luhut bermain-main dalam bisnis pertambangan di Blok Wabu,” kata Jodi lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (28/8). (sumber-cnnindonesia.com)