Seorang pria di Aceh akan menjalani hukuman lebih dari 16 tahun penjara karena memperkosa keponakannya, setelah pembebasannya baru-baru ini oleh pengadilan agama di provinsi itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung Indonesia.
Pada awal tahun 2021, Pengadilan Syariah Aceh Besar tingkat kabupaten menghukum pemerkosa, yang diidentifikasi dengan inisial DP, dengan 200 bulan (16,5 tahun) penjara dan 100 cambukan karena memperkosa keponakannya, sesuai dengan Qanun provinsi (KUHP) . Hukuman itu dibatalkan pada tingkat banding di Pengadilan Syariah Aceh tingkat provinsi pada Mei 2021, yang membebaskan DP karena kurangnya bukti yang memberatkannya.
Jaksa dalam kasus tersebut kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk menentang pembebasan tersebut. Mahkamah Agung baru-baru ini memutuskan bahwa bukti terhadap DP yang diajukan di pengadilan syariah tingkat yang lebih rendah seharusnya tetap ada, dan mengembalikan hukuman penjara 200 bulannya sesuai dengan Qanun.
“Hukumannya lebih berat dari hukuman maksimal dalam UU Perlindungan Anak Indonesia, yaitu 15 tahun,” kata Ketua Mahkamah Syariah Aceh Rosmawardani kemarin saat membenarkan putusan Mahkamah Agung.
Meskipun Rosmawardani tidak memberikan alasan khusus untuk membebaskan DP, dia berpendapat bahwa kasus ini menggambarkan bahwa fungsi checks and balances terjadi antara sistem peradilan nasional dan agama di provinsi tersebut.
Ayah korban yang berinisial MA juga dituduh memperkosa putrinya. Namun, Pengadilan Syariah Aceh Besar membebaskannya dari semua tuduhan dengan alasan kurangnya bukti yang memberatkannya.