Buntut kasus mahasiswa demo dibanting polisi di depan Kantor Bupati Tangerang, puluhan mahasiswa Tangerang menggelar aksi unjuk rasa untuk menyampaikan sejumlah tuntutan yang berkaitan dengan tindak kekerasan brigadir NP kepada MFA (20).
Salah satu peserta aksi, Bayu Rahmat mengatakan, tuntutan mereka berupa pencopotan Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol Wahyiu Sri Bintoro dan pemecatan Brigadri NP.
“Kita minta Kapolres Kota Tangerang copot dari jabatannya saat ini, dan pemecatan kepada Brigadir NP. Ditambah, kita juga minta agar pihak kepolisian tidak bertindak represif lagi kepada massa aksi unras yang melakukan aksi dengan damai,” katanya.
Aksi tersebut pun langsung ditemui Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro.
Kapolres Kombes Wahyu Sri Bintoro pun mengaku siap dicopot apabila, tindak kekerasan pada massa aksi, atau respresif terjadi lagi di wilayah hukumnya, khususnya saat pengamanan aksi unjuk rasa.
“Saya siap dicopot apabila tindak kekerasan saat pengamanan unras terjadi lagi di wilayah hukum Polres Kota Tangerang,” ujarnya dihadapan massa aksi.
Ia juga meyakinkan, bila brigadir NP akan mendapatkan hukuman atas tindak kekerasannya yang diluar SOP dalam pengamanan unjuk rasa.
“Untuk brigadir NP akan dapat sanksi, sekarang lagi di Polda Banten, diperiksa disana,” ungkapnya.
Sebelumnya, aksi membanting yang dilakukan oknum anggota Polres Kota Tangerang terhadap salah seorang mahasiswa pada momentum HUT Kabupaten Tangerang, berbuntut pada desakan pencopotan Kapolresta Tangerang.
Tuntutan itu diungkapkan oleh Aliansi Mahasiswa Tangerang, melalui unjuk rasa di Kota Serang.
Namun sayangnya, rencana mereka yang awalnya hendak melakukan aksi di Mapolda Banten, terhalang pagar betis personil Dalmas.
Karena tidak mendapatkan izin berdemo di markas kepolisian, mahasiswa terpaksa menggelar aksi solidaritas di gerbang perumahan Taman Krisna tidak jauh dari Mapolda Banten.
Dalam rangkaian aksinya, para mahasiswa membawakan poster yang berisikan tuntutan, dengan tulisan ‘Copot Kapolresta Tangerang, stop refresifitas terhadap demonstran’ dan ‘Demokrasi Dikebiri’.
Muflih, salah satu massa aksi mengatakan, tugas polisi untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Namun hal itu bertentangan dengan tindakan kasar yang terjadi pada di HUT Kabupaten Tangerang.
“Teman kita di smackdown. Apakah kita diam saja melihat teman kita di smackdown kawan-kawan. Tugas Polisi itu mengayomi, bukan menghakimi,” katanya, Kamis (14/10/2021).
Ia menerangkan, penyampaian apsirasi dimuka umum adalah hak bagi setiap masyarakat yang dijamin dalam kontitusi. Tidak boleh ada dalih mengamankan dengan cara tindakan kekerasan.
Sebab, termaktub dalam Pasal 15 hurud (e) Perkap (Peraturan Kapolri) nomor 14 tahuh 2011 tentang kode etik profesi Polri dengan bunyi setiap anggota Polri dilarang bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang.
“Jelas jajaran Polresta Tangerang melanggar ketentuan yang ada dengan melakukan tindakan represif kepada mahasiswa yang menggelar demontrasi,” terangnya.