Tanda kekerasan ditemukan pada jenazah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Gilang Endi Saputra (21) yang meninggal saat Diksar Menwa. Namun belum disebutkan pasti apa penyebab kematian Gilang.
Namun, ada perbedaan keterangan antara polisi dengan pejabat UNS maupun keluarga terkait kondisi jasad korban saat meninggal dunia.
Wakil Rektor UNS, Ahmad Yunus, bercerita dia sempat melihat mata jenazah Gilang Endi Saputra ditutupi tumbukan daun.
“Saat saya di rumah duka, jenazah belum diautopsi, saya izin ingin melihat, boleh dibuka bersama ayahnya. Saya lihat pada saat itu, mata (Gilang) ditutup kayak dheplokan (tumbukan) daun lembut warna hijau tua,” kata Yunus dikutip dari UNS, Selasa (26/10).
Yunus mengatakan dirinya sempat ikut mengantarkan jenazah ke rumah duka, Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Minggu (24/10) pagi.
Dia mengaku tidak mengetahui apakah ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban. Namun secara sekilas, dia tidak menemukan bekas luka di sebagian tubuh korban.
“Sekilas secara fisik saya tidak melihat apakah berdarah atau tidak. Secara fisik di dada sampai perut tidak ada tanda-tanda yang merah atau hitam atau robek. Itu tidak saya lihat. Terus ditutup lagi,” ungkapnya.
Sedangkan polisi menyebut Gilang meninggal dunia diduga akibat mengalami penyumbatan otak. Selain itu ditemukan tanda bekas kekerasan.
“Korban meninggal diduga akibat terjadi penyumbatan di bagian otak,” kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudusy dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (26/10).
Dalam penanganan kasus tersebut, Polda Jateng sudah memeriksa 18 orang. Ke-18 orang itu terdiri dari 8 orang peserta Diksar Menwa, 9 orang panitia dan seorang dosen. “Belum ada yang ditetapkan tersangka. Namun dari visum ada tanda-tanda kekerasan,” imbuhnya.
Keterangan polisi ini didukung uraian pihak keluarga Gilang yang merasa curiga dengan luka-luka di jasad korban yang tidak wajar. Hal ini diketahui keluarga setelah membuka peti jenazah Gilang setibanya di rumah duka di Karanganyar.
Mendapati kondisi tersebut, pihak keluarga kemudian menggelar musyawarah hingga akhirnya memutuskan untuk melapor polisi.