Dua terpidana mati di Jepang mengambil langkah hukum terhadap aturan ‘eksekusi pada hari yang sama’.
Kedua tahanan tersebut diberitahu hanya beberapa jam sebelum dieksekusi. Artinya, mereka tidak diberi jadwal kapan akan dieksekusi, melainkan diberi tahu di hari yang sama dengan hari eksekusi mereka, alias dadakan.
Pengacara keduanya menilai pemberitahuan mendadak itu tidak manusiawi.
Kelompok dan aktivis hak asasi manusia sudah lama mengkritik praktik tersebut, menilai hal ini berdampak pada kesehatan mental para tahanan.
“Terpidana mati hidup dalam ketakutan setiap pagi bahwa hari itu bisa saja akan menjadi hari terakhir mereka,” kata Yutaka Ueda, pengacara dua terpidana mati tersebut.
“Pemerintah pusat telah mengatakan ini dimaksudkan untuk menjaga tahanan dari penderitaan sebelum eksekusi mereka, tapi itu bukan penjelasan. Di luar negeri, tahanan diberikan waktu untuk merenungkan akhir hidup mereka dan mempersiapkan mental.”
Kedua tahanan melayangkan gugatan di pengadilan distrik di kota Osaka pada Kamis (4/11). Sejak aturan ini ada, inilah kali pertama terpidana mati angkat suara.
Mereka menuntut agar praktik tersebut diubah dan meminta kompensasi sebesar 22 juta yen atau sekitar Rp 2 M.