Eks Direktur Askrindo Anton Fadjar A Siregar Ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama 2016-2020 pada Senin (8/11).
“Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menetapkan satu orang tersangka terkait tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama atau PT AMU tahun anggaran 2016-2020,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Senin (8/11).
Leonard menjelaskan, tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan hingga 27 November 2021 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. “Dalam rangka mempercepat proses penyidikan ini yang bersangkutan dilakukan penahanan,” jelasnya.
Leonard menjelaskan bahwa tersangka diduga menerima dan meminta komisi secara tidak sah terkait pengelolaan perusahaan yang berkasus itu.
Menurutnya, dalam kurun waktu 2016 hingga 2020 terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU atau anak usaha secara tidak sah. Hal itu dilakukan dengan cara mengalihkan produksi langsung PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU.
Kemudian, sebagian di antara pengeluaran tersebut dikeluarkan kembali PT Askrindo secara tunai yang seolah-olah sebagai beban operasional. Pengeluaran itu, kata dia, tidak didukung bukti pertanggungjawaban. Ataupun jika disertakan, maka buktinya bersifat fiktif sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Adapun tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3joPasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik sebelumnya telah menetapkan mantan Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia (SDM) PT Askrindo Firman Berahima dan mantan Direktur Pemasaran AMU Wahyu Wisambad sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menyita sejumlah uang share komisi sejumlah Rp611,428 juta, US$762,9 ribu, dan S$32 ribu. Leonard menyebut bahwa saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus ini masih dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (sumber-cnnindonesia.com)