68 tahanan tewas dan 25 lainnya cedera di sebuah penjara di kota Guayaquil di Ekuador setelah pertumpahan darah antara geng-geng yang bersaing pecah pada Jumat malam (12/11).
Pembantaian terjadi di penjara Litoral, penjara yang sama di mana 119 narapidana kehilangan nyawa mereka lebih dari sebulan sebelumnya.
Ini adalah pertumpahan darah terbaru dalam gelombang kekerasan penjara di Ekuador tahun ini, menjadikan korban tewas lebih dari 280 narapidana.
Skala dan kebiadaban kekerasan ini terjadi di antara geng-geng penyelundup narkoba yang bersaing memperebutkan kendali penjara.
Video yang beredar di media sosial konon diposting oleh narapidana menunjukkan para korban dipukuli dan dibakar hidup-hidup di halaman penjara.
Video lain menunjukkan tahanan memohon bantuan untuk menghentikan kekerasan saat tembakan dan ledakan terdengar di latar belakang.
“Blok sel lain dengan kelompok lain ingin menaklukkan mereka, masuk ke dalam dan melakukan pembantaian total,” kata Pablo Arosemena, gubernur provinsi Guayas.
“Tugas dasar negara adalah menjamin kehidupan warga negara, tanpa diskriminasi. Itu adalah hak asasi manusia yang mendasar,” cuit Presiden Ekuador, Guillermo Lasso di Twitter, Sabtu (13/11).
“Sayangnya, hari ini pekerjaan itu dibuat tidak mungkin oleh keputusan pengadilan yang memberlakukan pembatasan berlebihan pada koordinasi antara pasukan keamanan negara untuk mempertahankan hidup. Mereka tidak mengizinkan kami untuk mempertahankan hidup,” tambahnya.
Lasso menuduh hakim membatasi kemampuan negara untuk memerangi kekerasan dengan membatasi keadaan darurat 60 hari dalam sistem penjara yang diumumkan pada akhir September.
Ini bertujuan untuk membebaskan pendanaan dan memungkinkan kontrol yang lebih tinggi dengan bantuan militer.
Kolonel Mario Pazmiño, mantan direktur intelijen militer Ekuador, mengatakan kekerasan terbaru menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu “memerangi ancaman yang telah lepas kendali sejak lama.”