Kasat Reskrim Polres Rohul, AKP Rainly Labolang dan Kapolsek Tambusai Utara, AKP D Raja Napitupulu resmi dicopot dari jabatannya menjadi perwira pertama Samapta Polda Riau. Pencopotan itu buntut terkait kasus pemerkosaan Ibu muda di Kabupaten Rokan Hulu.
Pencopotan dua oknum dalam jabatan itu tertuang pada Surat Telegram Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi Nomor: ST/1677/XII/KEP/2021. Surat ditandatangani Karo SDM Kombes Joko Setiono, Selasa (14/12).
Saat dikonfirmasi Kabid Humas Polda Riau, Kombes Sunarto membenarkan perihal tersebut, Rabu (15/12/2021) siang.
“Benar ada beberapa anggota dapat mutasi,”ujarnya melansir dari Riauaktual.
Atas pergeseran itu, bangku Kasat Reskrim Polres Rohul kini diduduki AKP Buyung Kardinal yang sebelumnya menjabat Pabit I Unit III Subdit II Ditreskrimum Polda Riau.
Sementara jabatan PS Kapolsek Tambusai Utara dijabat Iptu Fauza Hanes Tiara yang sebelumnya menjabat Paur Subbag TIK Bagbinopsnal Ditlantas Polda Riau.
Sebelum dicopotnya Kasat Reskrim dan Kapolsek Tambusai Utara, Polda Riau terlebihdahulu sudah mencopot Bripka JL dan Bripda RS.
Bripka JL dan Bripda RS dicopot dalan rangka riksa di Bidpropam Polda Riau.
Diketahui Polda Riau mulai mendalami kasus dugaan anggota Polsek Tambusai Utara mengancam korban pemerkosaan, ZU (19). Saat ini Bripka JL dan penyidik Bripda RS diperiksa Propam Polda Riau.
Keduanya diperiksa atas kata-kata yang tidak pantas terhadap korban, Z, di mana korban diancam karena tidak mau datang ke Polsek dengan menyebut kata ‘lonte’.
Untuk diektahui, peristiwa itu terjadi pada 21 November lalu, tak lama setelah mereka melaporkan 4 orang pelaku pemerkosa ZU (19). Meski 4 orang dilaporkan, namun polisi baru menindak 1 orang saat itu.
Dimana sejumlah polisi datang ke rumah mereka lantaran S dan istrinya tidak mau berdamai dengan pelaku DK, yang memperkosa ZU sekaligus membanting bayi mereka berusia 2 bulan.
“Kami pernah disuruh datang ke Polsek Tambusai Utara. Disana kami disuruh untuk menandatangani surat perdamaian dengan pelaku,” sambung S.
Tentu saja tawaran itu ditolak oleh S, apalagi istrinya diperkosa berulang kali disertai ancaman. Meski menolak, Kanit Reskrim memaksa keduanya untuk menandatangani selembar surat yang telah diketik polisi, yakni surat damai bahkan diduga melontarkan kalimat anjiing, babi dan lonte.
“Mereka kembali datang pada malamnya dan memaki kami. Mereka turun berdua dari dalam mobil dan ada sebgian didalam mobil,” lanjut S lagi.
Kepada Kanit, S menanyakan apa alasan istrinya disuruh berdamai. Pertanyaan itu justru membuat Kanit emosi dan kembali melontarkan kalimat kasar, salah satunya menyebut ZU seperti lonte saat membuat laporan.
“Saya bilang ‘kenapa pak kami yang suruh tandatangan berdamai, itukan nggak bisa dipaksakan’. Kanit tanya ‘siapa yang bilang’, saya jawab keluarga saya. Lalu dijawab ‘Bilang sama dia, babi dia, pandai-pandaian dia’,” kata S menirukan ucapan sang Kanit.
“Saat makian itu keluar, istri saya langsung merekam video menggunakan handphone. Makina anjing, babi terus dilontarkannya sambil menuju ke mobil,” ungkap suami ZU.