Usai unjuk rasa yang dilakukan wagra Sudan untuk menuntut pemerintahan sipil pada Selasa (4/1), negara ini semakin kacau
Para aparat keamanan juga telah menembakan gas air mata di beberapa lokasi sekitar pengunjuk rasa termasuk di area istana presiden.
Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, mengundurkan diri dari jabatannya usai kekacauan yang terjadi.
60 orang tewas akibat tindakan keras keamanan sejak 25 Oktober 2021 lalu, dan meningkat pada saat aksi unjuk rasa kemarin.
Tidak berdiam diri, para demonstran muda juga bernyanyi, memukul alat-alat yang berbunyi, membakar ban, serta mengibarkan bendera Sudan, di lokasi tempat unjuk rasa.
“Tidak, tidak untuk aturan militer,” teriak para demonstran dilansir dari MEDIA PAKUAN.
Demonstran juga menyerukan pembubaran dewan penguasa Sudan yang melakukan kudeta, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan.
Akses jalan menuju istana presiden dan markas tentara ditutup oleh para aparat keamanan yang menembakan gas air mata.
Selain itu, akses internet negara itu pun ditutup dan di blokir oleh para tim IT negara Sudan.
Demo diserukan oleh komite perlawanan lokal di kota Omdurman, di Khlartoum sebagai balasan atas pembunuhan beberapa pengunjuk rasa.
“Tiga keinginan dan harapan kami setelah aksi unjuk rasa ini adalah tidak ada lagi negosiasi, tidak ada pembagian kekuasaan, dan tidak ada kompromi, selain tuntutan utama revolusi, yaitu kebebasan, perdamaian dan keadilan. Itu saja, kami tidak punya tuntutan lain,” ucap Waddah Hussein selaku pengunjuk rasa.